Arsip foto - Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono (kiri) berjalan menuju ruang konferensi pers usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/2/2024). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Masa penahanan dua tersangka perkara dugaan korupsi di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, yakni mantan Kepala BPPD Ari Suryono dan mantan Kasubbag Perencanaan dan Keuangan BPPD Siska Wati, dilakukan perpanjangan oleh Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Tersangka SW (Siska Wati) dilakukan penahanan untuk 30 hari ke depan sampai dengan 24 April 2024 di Rutan Cabang KPK berdasarkan penetapan pertama dari Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya,” kata Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (16/4).

Sedangkan, tersangka AS (Ari Suryono) dilakukan perpanjangan penahanan untuk 40 hari ke depan sampai dengan 22 April 2024 di Rutan Cabang KPK.

Ali menerangkan tim penyidik melakukan perpanjangan masa penahanan kedua tersangka untuk kepentingan penyidikan dan menguatkan seluruh unsur pasal dari dugaan perbuatan kedua tersangka.

Baca juga:  Bibit Samad Rianto Dilantik Ketua Satgas Dana Desa

Pada 29 Januari 2024, KPK menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

KPK selanjutnya pada Jumat, 23 Februari 2024, menahan dan menetapkan status tersangka terhadap Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono (AS) dalam perkara yang sama.

Konstruksi perkara tersebut diduga berawal saat BPPD Kabupaten Sidoarjo berhasil mencapai target pendapatan pajak pada tahun 2023.

Atas capaian terhadap target tersebut, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali kemudian menerbitkan Surat Keputusan untuk pemberian insentif kepada pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo

Baca juga:  Kasus DID Tabanan, KPK Panggil Kembali Dosen Unud Dewa Wiratmaja

Atas dasar keputusan tersebut, AS kemudian memerintahkan SW untuk melakukan penghitungan besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut yang kemudian diperuntukkan untuk kebutuhan AS dan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali.

Besaran potongan yaitu 10 persen sampai 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.

AS juga memerintahkan SW supaya teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai yang dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.

Tersangka AS juga aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali.

Khusus pada 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sekitar Rp2,7 miliar.

Baca juga:  Sambut Lebaran, Kemenhub Siapkan 532 Pesawat

Penyidik KPK saat ini masih terus mendalami aliran dana dalam perkara dugaan korupsi tersebut.

Atas perbuatannya, AS dan SW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian pada Selasa, 16 April 2024, KPK kembali mengumumkan penetapan satu tersangka baru dalam perkara tersebut yakni Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali.

“KPK belum dapat menyampaikan spesifik identitas lengkap pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, peran dan sangkaan pasalnya hingga nanti ketika kecukupan alat bukti selesai dipenuhi semua oleh tim penyidik. Namun kami mengonfirmasi atas pertanyaan media bahwa betul yang bersangkutan menjabat bupati di Kabupaten Sidoarjo periode 2021-sekarang,” kata Ali. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *