DENPASAR, BALIPOST.com – Salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi di LPD Desa Adat Mundeh, terdakwa I Gede Sukariawan, mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU. Dan setelah terjadi jawab menjawab antara jaksa dengan pihak kuasa hukum terdakwa, majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, yang diketuai Putu Ayu Sudariasih, Selasa (16/4) menolak eksepsi terdakwa dan meminta jaksa untuk melanjutkan sidang dengan agenda pembuktian dari JPU.
Salah satu alasannya adalah bahwa eksepsi yang disampaikan pihak terdakwa sudah masuk pokok perkara dan itu perlu dibuktikan dalam persidangan. Sidang pun akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembuktian atau pemeriksaan saksi-saksi dari JPU.
Sebelumnya, anggota Badan Pengawas LPD Desa Adat Mundeh, terdakwa I Drs. I Nyoman Murdana (59) dan Ketua LPD Desa Adat Mundeh, Selemadeg Barat, Tabanan, terdakwa I Gede Sukariawan, Jumat (22/3) lalu diadili kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Denpasar. Mereka diduga melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara mencapai Rp1.774.080.000 dengan rincian Rp927.442.000,00 (Rp896.442.000 + Rp31.000.000) sebagai kerugian yang dikarenakan pinjaman dengan kategori macet dan Rp846.638.000 sebagai pinjaman yang dikategorikan diragukan yang sampai sekarang tidak dibayarkan.
Dalam dakwaan JPU I Nengah Ardika dkk., juga disebutkan bahwa dari Tahun 2018, 2019 dan 2020 ada pinjaman menggunakan jaminan yang tidak jelas dan tidak ada bentuk fisiknya (hanya dalam bentuk laporan neraca bulanan). Serta penguasaan jaminan tersebut tidak berada dalam penguasaan LPD Desa Adat Mundeh.
Padahal, kata JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Putu Ayu Sudariasih, dalam setiap pinjaman yang dilakukan di LPD Desa Adat Mundeh harus menyertakan jaminan yang jelas wujudnya dan penguasaannya harus di LPD Desa Adat Mundeh.
Tindakan yang dilakukan anggota badan pengawas tersebut atas persetujuan I Gede Sukariawan selaku ketua LPD Desa Adat Mundeh. Jaminan yang diberikan oleh terdakwa Drs. I Nyoman Murdana kepada LPD Mundeh juga tidak dilakukan pengecekan/survei dan verifikasi oleh Gede Sukariawan.
Dalam dakwaan jaksa juga dijelaskan soal adanya perbedaan biaya administrasi pinjaman. Dan juga bunga. Salah satu yang dijelaskan jaksa adalah terkait pinjamam I Nyoman Murdana yang dibebani bunga sebesar 1,25% menurun yang mana bunga tersebut lebih rendah dari yang seharusnya sebesar 1,5% menurun terhadap pinjaman di atas Rp200.000.000.
Dijelaskan pula bahwa tahun 2018 dalam rapat kelembagaan UPK Swadana Harta Lestari dicetuskan UPK Swadana Harta Lestari akan melakukan pinjaman kepada LPD Desa Adat Mundeh untuk disalurkan kepada kelompok simpan pinjam perempuan. Hasil rapat memutuskan UPK Swadana Harta Lestari mengajukan pinjaman/kredit ke LPD Desa Adat Mundeh.
Dikarenakan syarat peminjaman yang berlaku di LPD Mundeh, peminjam harus merupakan krama (warga) Desa Adat Mundeh, diputuskan untuk menggunakan nama I Drs. I Nyoman Murdana yang merupakan krama yang juga menjabat sebagai ketua badan pengawas UPK Swadana Harta Lesatri.
Bahwa dalam proses peminjaman oleh UPK Swadana Harta Lestari terlebih dahulu diadakan pertemuan antara LPD Desa Adat Mundeh dan UPK Swadana Harta Lestari yang membicarakan kesepakatan dalam proses pinjaman. Di dalam pertemuan tersebut dibahas mengenai jumlah/besaran pinjaman, suku bunga dan biaya adminitrasi.
Kemudian pertemuan tersebut memeperoleh kesepakatan yakni pinjaman kepada LPD Desa Adat Mundeh menggunakan nama Nyoman Murdana, platfon kredit pada tahun 2018 sebesar Rp700.000.000, dengan bunga 1,25% dan biaya adminitrasi sebesar 2%. Bunga pinjaman dan biaya administrasi tersebut lebih ringan daripada peminjam lainnya.
Pinjaman dipecah menjadi dua perjanjian kredit dengan menggunakan nama Pak Kris 1 dan nama Pak Kris 2 tanpa dilengkapi dengan agunan/jaminan yang jelas karena hanya menggunakan laporan neraca keuangan UPK Swadana Harta Lestari.
Total pinjaman di LPD Mundeh sebesar Rp3,2 miliar dengan jaminan diduga
Masih dari Pengadilan Tipikor Denpasar, perbuatan I Nyoman Murdana bersama-sama dengan Gede Sukariawan telah merugikan keuangan negara berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN) oleh Inspektorat Kabupaten Tabanan, sebesar Rp1.774.080.000. (Miasa/balipost)