Ketut Swabawa. (BP/Istimewa)

Oleh Ketut Swabawa

Upacara palebon agung untuk almarhum Tjokorda Bagus Santaka yang diselenggarakan oleh pihak keluarga Puri Agung Ubud pada hari Minggu, 14 April 2024 merupakan upacara ngaben besar dan megah di tahun 2024 ini. Sebagaimana tradisi yang dilestarikan
oleh pihak keluarga Puri Ubud sesuai tingkatan upacara ngaben bagi panglingsir Puri.

Dari perspektif kepariwisataan, upacara palebon agung itu merupakan momentum yang sangat mengesankan bagi wisatawan yang kebetulan sedang berlibur di Bali. Berbeda dengan perayaan hari raya agama Hindu yang terjadwal sesuai kalender Bali, sehingga wisatawan dapat mengetahui perkiraan jatuhnya hari raya untuk
bisa menyaksikannya. Seperti hari raya Galungan dan Kuningan atau Nyepi yang lalu.

Wisatawan terlihat sangat ramai menyaksikan prosesi sejak aktivitas persiapan pembuatan sarana upacara palebon, seperti bade tumpang sembilan, lembu tangi dan naga banda hingga di hari puncak palebon. Terlihat ketika tidak ada prosesi upacara pihak Puri Ubud tetap memperkenankan wisatawan untuk memasuki wilayah
jeroan puri asalkan menggunakan pakaian/busana adat ringan (kain/kamen) untuk melihat lebih dekat hingga ke Bale Semanggen (tempat jenazah disemayamkan).

Warga/masyarakat lokal juga tampak berbondong-bondong untuk bisa melihat piranti perlengkapan palebon yang mewah dan menakjubkan untuk berswafoto, hingga menyaksikan peristiwa yang terbilang langka tersebut. Kondisi ini menjadi manfaat riil yang dirasakan dari segi peningkatan pendapatan
bagi pedagang lokal, restoran, homestay hingga
hotel-hotel sekitar Ubud.

Baca juga:  Ribuan Krama Ikuti Prosesi Palebon Ida Pedanda Nyoman Temuku

Bali sebagai destinasi pariwisata utama bagi Indonesia untuk overseas market dikenal karena budaya dan tradisinya yang luhur, selain keindahan alam tentunya. Dari Bali para wisatawan mancanegara menyebar ke destinasi lainnya, seperti Lombok, Labuan Bajo, Yogyakarta, Raja Ampat, Wakatobi dan lainnya.

Kehidupan berbudaya dan menjalankan tradisi sesuai nilai-nilai kearifan lokal Bali adalah hal yang sangat fundamental untuk menjaga eksistensi Bali sebagai central hub of Indonesia tourism. Teringat kembali teori dari tokoh pariwisata dunia Prof. Richard Butler (1980) yang menyatakan “Tourism destination carry with them
the seeds of their own destruction, the trick is how
to manage them so that they do not self destructed”.

Bahwa destinasi pariwisata membawa bibit penyebab kerusakannya sendiri, maka caranya adalah dengan mengelola destinasi pariwisata agar tidak merusak dirinya sendiri. Pada kondisi kekinian, dalam konteks pariwisata Bali kita melihat dengan jelas bahwa perubahan perilaku masyarakat Bali yang kian modern akibat pengaruh kemajuan teknologi dan pertumbuhan
ekonominya adalah hal yang menjadi kekhawatiran kita bersama akan menjadi penyebab degradasi budaya di Bali.

Baca juga:  Upacara Pelebon Ketua Yayasan PR Saraswati, Bade Setinggi 16 Meter akan Dibakar Selasa

Di sisi berbeda, hanya “manusia Bali” yang bisa kita harapkan untuk menjaga eksistensi taksu Bali sebagai
pulau Dewata (the island of Gods) dan pulau Surga (the paradise island). Karena lahan pertanian, kawasan tebing dan hutan sudah semakin berkurang akibat pembangunan untuk berbagai peruntukannya. Taksu Bali tersebut diikat oleh konsistensi manusia Bali untuk menjaga, menghormati dan menjalankan tradisi-tradisi
keagamaan Hindu kita untuk menjelma menjadi budaya yang diwariskan terus ke generasi berikutnya.

Momentum palebon agung di Puri Ubud menjadi salah satu media edukasi untuk seluruh masyarakat termasuk pengusaha pariwisata di Bali. Bahwa dengan segala dinamika kehidupan modernitas dalam kehidupan sehari-hari, roh pariwisata Bali harus diperhatikan dan dijunjung terus dengan menghormati nilai kearifan lokal
dan tradisi yang telah diwariskan kepada kita dan dilanjutkan terus ke generasi mendatang.

Hanya dengan itu Bali dapat bersaing secara unggul di
setiap kompetisi antar destinasi di dunia. Hal yang tidak mungkin bisa di-copy paste-kan oleh destinasi lainnya.
Keseimbangan pilar 5P ketatanegaraan zaman kerajaan zaman dahulu untuk mencapai kesejahteraan; pura, puri, para, purana dan purohita, dapat menjadi pilar penjaga taksu pariwisata Bali dalam konsep kekinian dimana jejak sejarah dan literasi kuno merupakan bukti otentik peradaban yang pernah ada. Sehingga keberadaannya semakin terintegerasi sebagai penjaga tradisi dan
taksu Bali.

Baca juga:  Ekonomi Biru

Kita mengenal bahwa kenangan yang mengesankan adalah indikator utama kebahagiaan dan kebanggaan bagi wisatawan. Maka peristiwa upacara palebon agung keluarga Puri Agung Ubud adalah “intangible long-term investment” dalam promosi destinasi pariwisata Bali. Momentum yang diberitakan dalam berbagai publikasi dan akan dikenang oleh wisatawan mancanegara
yang sempat menyaksikannya.

Hal ini akan menambah deretan kegiatan fenomenal di Bali seperti sebelumnya shooting film populer “Eat- Pray-Love”, perhelatan internasional seperti IMF-World Bank Summit, G20 Summit dan lainnya. Serta memperkuat popularitas Bali dari berbagai penghargaan yang diraih sebagai best honeymoonndestination, best island, dan lainnya.

Penulis, Ketua Umum DPP Association of Hospitality Leaders Indonesia

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *