JAKARTA, BALIPOST.com – Hakim Konstitusi Guntur Hamzah disebut tidak melanggar kode etik terkait kedudukannya sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN). Keputusan ini disampaikan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik Guntur Hamzah.
Menurut Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna, Kamis (25/4), Guntur tak terbukti melakukan pelanggaran.
“Hakim Terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait kedudukannya sebagai Ketua Umum APHTN-HAN dan pengaruh yang mungkin ditimbulkan-nya dalam penyelesaian perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024,” katanya.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim MKMK menilai dalil pelapor terkait kedudukan Guntur sebagai Ketua Umum APTN-HAN dapat memengaruhi independensi-nya dalam persidangan perkara, adalah tidak beralasan.
“Bahwa dengan mengacu pada Prinsip Kepantasan dan Kesopanan dalam Sapta Karsa Hutama, khususnya penerapan angka 11, hakim konstitusi dapat ikut serta dalam perkumpulan sosial atau profesional yang tidak mengganggu pelaksanaan tugas sebagai hakim konstitusi,” tutur anggota MKMK Yuliandri dilansir dari Kantor Berita Antara.
Dalam permintaan keterangan terhadap Guntur selaku Hakim Terlapor, lanjut Yuliandri, terungkap fakta bahwa Guntur sudah nonaktif sebagai Ketua Umum APHTN-HAN.
Majelis Hakim pun menilai keberadaan Guntur sebagai bagian dari keanggotaan dalam APHTN-HAN, yang mana kemudian terpilih sebagai ketua umum, bukanlah merupakan pelanggaran terhadap Sapta Karsa Hutama.
Pada bagian kedua amar putusan, Majelis Hakim juga menyatakan bahwa Guntur tidak terbukti melakukan dugaan pelanggaran kode etik terkait argumentasi hukum pada dissenting opinion dalam Putusan Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 yang digunakan sebagai dasar pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sebelumnya, Guntur dilaporkan ke MKMK oleh Forum Mahasiswa Peduli Konstitusi (FORMASI) atas dugaan melanggar kode etik karena menjabat sebagai Ketua Umum APHTN-HAN.
Dalam sidang pendahuluan yang digelar pada Selasa (16/4), pihak FORMASI mengatakan, jabatan tersebut dapat memungkinkan terjalinnya komunikasi antara pengurus atau anggota APHTN-HAN dengan Guntur dalam kaitan sebagai ahli dalam suatu perkara yang disidangkan di MK.
Selain oleh FORMASI, Guntur juga dilaporkan oleh Gerakan Aktivis Konstitusi (GAS) atas keterkaitan-nya dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XIX/2023.
GAS menduga Guntur secara nyata melanggar kode etik karena secara konsisten ingin mengabulkan permohonan yang diajukan pemohon dalam perkara tersebut. Karena itu, GAS meminta MKMK untuk tidak melibatkan Guntur dalam penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu 2024. (kmb/balipost)