JAKARTA, BALIPOST.com – Polri melalui Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) atau Interpol Polri telah menerbitkan red notice terhadap dua tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok magang kerja di Jerman atau ferienjob.
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/4), dalam kasus ini, penyidik sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni ER alias EW (39); AE (37); AJ (52); SS (65) dan MZ (60).
Dua dari lima tersangka yakni ER alias EW dan AE berada di Jerman. Sebelumnya, sudah ditetapkan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena tidak hadir memenuhi panggilan penyidik.
“Penyidik telah melakukan langkah-langkah proses penyidikan, baik penetapan DPO terhadap dua orang yang tidak menghadiri proses pemanggilan ataupun terhadap tersangka yang ada di Jerman,” ujar Trunoyudo seperti dikutip dari Kantor Berita Antara.
Sebelum diterbitkannya red notice terhadap kedua tersangka, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan pihaknya sudah meminta pencabutan paspor terhadap kedua tersangka.
“Berkoordinasi dengan Imigrasi untuk memohon agar paspor yang bersangkutan dicabut, namun sampai saat ini belum ada info lebih lanjut dari Imigrasi,” kata Djuhandhani.
Kasus TPPO berkedok program magang ini terungkap setelah empat mahasiswa mendatangi KBRI di Jerman yang sedang mengikuti ferienjob.
Setelah ditelusuri oleh KBRI, program ini dijalankan sebanyak 33 Universitas di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 orang.
Namun mahasiswa tersebut dipekerjakan secara non prosedural, sehingga mahasiswa tersebut tereksploitasi.
Awalnya para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB terkait adanya program magang di Jerman. Saat mendaftar mahasiswa diminta membayar biaya sebesar Rp150 ribu ke rekening PT CVGEN dan membayar sebesar 150 Euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Setelah LOA terbit korban harus membayar sebesar 200 Euro lagi kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman atau working permit.
Mahasiswa juga dibebankan dana talangan sebesar Rp30-50 juta. Pengembalian dana tersebut dengan cara pemotongan upah kerja tiap bulan.
Selain itu, setelah mahasiswa sampai di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.
Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferienjob dalam kurun waktu selama tiga bulan dari Oktober hingga Desember 2023.
PT SHB menjalin kerja sama dengan universitas yang dituangkan dalam MoU yang memuat pernyataan bahwa ferienjob masuk ke program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), serta menjanjikan program magang tersebut dikonversikan dalam 20 SKS (satuan kredit semester).
Program tersebut pernah diajukan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Namun, ditolak karena kalender akademik di Indonesia berbeda dengan di Jerman. (kmb/balipost)