Hampir 3,5 tahun melakukan alih aksara dan bahasa, lontar milik Pasemetonan Dadia Taman, Desa Adat Badeg Tengah, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem bekerja sama dengan Unit Lontar Universitas Udayana (ULU) dan Penerbit Mahima Institute, akhirnya berhasil dibukukan. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Hampir 3,5 tahun melakukan alih aksara dan bahasa, lontar milik Pasemetonan Dadia Taman, Desa Adat Badeg Tengah, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem bekerja sama dengan Unit Lontar Universitas Udayana (ULU) dan Penerbit Mahima Institute, akhirnya berhasil dibukukan. Ini, merupakan upaya melestarikan naskah kuno agar tidak lenyap dan pengetahuan jejak leluhur.

Buku berjudul “ Ki Pasek Badeg” dalam lontar Kandan Pasek diluncurkan Sabtu (11/5).

Tim Unit Lontar Unud mengakui, baru pertama kali membukukan sebuah naskah tua berupa lontar bernama Kandan Pasek. “Proses pengalihan aksara dan bahasa dari lontar babad pasek yang cukup tua hingga berhasil dibukukan ini baru yang pertama kami laksanakan,” kata Putu Eka Guna Yasa, S.S, M.Hum, selaku koordinator Tim ULU Unud.

Dijelaskan, alih aksara dan bahasa dari beberapa naskah yang kondisinya paling baik dipilih. Meski naskahnya menggunakan aksara Bali yang jelas terbaca, tetapi bahasa yang digunakan sangat arkais.

Yang lebih menantang lagi, gaya penulisan babad ini berbeda dari babon babad umumnya yang menjadikan Babad Dalem sebagai model penulisan. “Maka, kami menghabiskan waktu 1 tahun untuk alih aksara dan alih bahasa,” ucapnya.

Baca juga:  Banjir Rob Landa Pesisir Bali, BMKG Sebut Karena Ini

Dikatakan, pelaksanaan alih dilakukan pada 2021 saat Pasemetonan Dadia Taman Badeg meminta ULU Unud untuk memeriksa naskah yang ada di pura itu. Saat memeriksa sekitar 15 naskah dan 2 tembaga, sebanyak 3 naskah mewacanakan figur Ki Pasek Badeg sebagai bagian dari trah Pasek.

Meski hanya fragmen, 2 lempeng tembaga yang terwaris di pura itu juga memuat hal yang tidak berbeda.
Setelah alih aksara dan alih bahasa, 30 September 2022 dilaksanakan diskusi terpumpun bersama sejumlah guru besar di bidang naskah (filologi) Fakuktas Ilmu Budaya Unud. Sesuai dugaan, masukan beliau yang berlimpah menyebabkan tim penyusun memerlukan satu tahun lagi untuk merevisi.

Guna Yasa didampingi Made Agus Atseriawan Hadi, mengungkapkan pula, selama proses revisi, pihaknya juga sempat ke wilayah Pupuan, Tabanan tepatnya di paibon yang ada di Desa Belatungan, untuk menelusuri kabar bahwa ada naskah yang disungsung di sana.

Baca juga:  Kejar Target, WP yang Membangkang Ditindak

Medan Pupuan tak jauh beda dengan Badeg. Sama-sama di dataran tinggi. “Suatu kejutan bagi kami, ternyata lontar ini merupakan varian yang sangat mirip dengan 3 lontar dan tembaga yang berada di Badeg. Lontar ini tampaknya disalin dari sumber Badeg lalu dibawa ke wilayah Pupuan pada tahun 1963. Kala itu, Hyang Tohlangkir menganugerahkan pawaka-lahar sehingga masyarakat Badeg terpaksa kesah dan berpisah satu sama lain meninggalkan tanah kelahiran,” ujarnya.

Perbandingan dilakukan lagi untuk memastikan kemunculan Ki Pasek Badeg memang diwacanakan, bukan karena salah tulis. Setelah diperiksa, naskah yang tua dimakan waktu tampak mengalami beberapa kerusakan. “Syukur, ngengat dan serangga pengerat menyisakan kata Ki Pasek Badeg yang masih terbaca. Maka, dapat dipastikan ada 4 naskah dan 1 tembaga yang mewacanakan Ki Pasek Badeg Prasanak Puseh sebagai bagian dari leluhur Pasek di Bali,” ujarnya.

Baca juga:  Pembawa Bahan Peledak Dipenjara 10 Tahun

Kabid Sejarah dan Dokumentasi Disbud Bali yang diwakili Agung Wiriawan menyambut baik upaya pelestarian berupa alih aksara dan bahasa dari Lontar Kandan Pasek menjadi sebuah buku. “Ini langkah cemerlang guna melestarikan dan mengamankan literasi atau naskah agar tidak lenyap , dan tentunya bagi pasemetonan Dadia Taman menjadi catatan penting untuk pengetahuan jejak leluhurnya,” kata Wiriawan.

Sementara itu, perwakilan Pengurus Pusat Maha Gotra Sanak Sapta Rsi (MGSSSR) Jro Mangku Sunasdyana mengapresiasi langkah pasemetonan Dadia Taman yang terbuka menelusuri jejak leluhurnya melalui lontar atau prasasti yang dimilikinya dengan mengalih aksara dan bahasakan hingga menjadi sebuah buku. “Kami salut dan berharap pasemetonan pasek lainnya bisa mengikuti langkah semeton Dadia Taman Ki Pasek Badeg karena masih ada beberapa lontar yang diduga banyak dimiliki pasemetonan masih disimpan dan dirahasiakan, jika sudah dibukukan seperti Ki Pasek Badeg ini, tentu akan menjadi pengetahuan bagus bagi generasi penerus,” ungkap Jro Sunasdyana. (Suryaningsih/denpost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *