Drg. Christine Hendriono, sp. KG, FISID, FICD. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gigi memiliki peranan yang besar terhadap kesehatan secara keseluruhan. Namun seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang tua dan lanjut usia (lansia) lebih rentan mengalami berbagai masalah gigi dan mulut, termasuk gigi ompong.

Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sekitar 30,6 persen penduduk Indonesia dengan kelompok usia 65 tahun ke atas mengalami masalah gigi hilang (gigi ompong) karena dicabut atau tanggal secara alami. Masih dalam laporan yang sama, 4,1 persen penduduk Indonesia berusia 65 tahun ke atas memilih untuk memasang gigi palsu, sedangkan 0,3 persen penduduk berusia 65 tahun ke atas memilih untuk memasang gigi tanam (implant denture) untuk mengatasi gigi ompongnya.

Menurut drg. Christine Hendriono, sp. KG, FISID, FICD, penggunaan gigi palsu masih menjadi pilihan banyak masyarakat untuk mengatasi gigi ompong. Ada beberapa alasan kenapa gigi palsu banyak dipilih masyarakat untuk mengatasi gigi ompong dibanding alternatif pengganti gigi ompong lain, seperti implan gigi.

Baca juga:  Menkumham Bantah Keterkaitan Revisi KUHP dengan Vonis Sambo

Beberapa hal itu disebabkan karena prosedur gigi palsu lebih mudah ditemui di berbagai fasilitas kesehatan, prosedur gigi palsu banyak dipilih karena dilakukan tanpa pembedahan, dan biaya perawatannya relatif lebih murah.

Namun, kata perempuan yang telah berpengalaman lebih dari 15 tahun di bidang pemasangan implan gigi ini, tanam gigi mulai diminati. Hal ini dikarenakan sudah ada teknologi, seperti Digital Implant dan Implant tanpa bedah yang bisa membuat prosedur penanaman gigi tanpa rasa sakit.

Dengan teknologi ini, prosedur implan gigi bisa dilakukan tanpa rasa sakit dengan durasi yang singkat dan harga yang terjangkau. “Dengan perkembangan teknologi industri dental saat ini, perawatan implan tanpa bedah dan minim rasa sakit ini bisa terwujud,” ungkapnya, Sabtu (18/5) secara daring.

Baca juga:  Ahli UNNES Teliti 22 Titik, BPKP Sebut Adanya Dugaan PMH

Ia pun menyebut prosedur implan sudah ada sejak 1990 di Indonesia. Namun, teknologi “tanpa bedah” baru masuk ke Indonesia beberapa tahun belakangan ini. “Sedangkan di beberapa negara maju seperti Singapura, Taiwan, dan Amerika Serikat teknologi ini sudah diterapkan sekitar 5 tahun lalu,” jelas Christine yang merupakan Founder J Smile Dental Center dan the Dental Station ini.

Christine juga menyebutkan dengan teknologi 3D X-Ray, seperti yang tersedia di kliniknya, membuat pemasangan implan gigi tidak harus membuka dan membedah gusi saat cek kondisi tulang. Selain itu juga terdapat teknologi Implant Aligner untuk memandu pemasangan implan.

Teknologi ini membuat pemasangan implan jadi lebih akurat dan non-invasive. “Implant Aligner punya banyak kelebihan. Tingkat akurasinya tinggi dengan bantuan software 3D, pemasangan implan jadi lebih cepat dan nyaman, dan pemulihan jadi lebih cepat,” tambah Christine.

Baca juga:  Meski akan Miliki LRT, Bus Trans Metro Dewata Tetap Beroperasi

Implant Aligner adalah alat yang digunakan oleh dokter gigi untuk memasang implan di posisi yang sudah ditentukan menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI). Tanpa menggunakan Implant Aligner, dokter gigi perlu melakukan bedah dan jahit gusi sehingga proses pemasangan implan jauh lebih lama dan penyembuhan membutuhkan waktu.

“Dokter gigi yang menangani implan, adalah dokter spesialis. Sejak 2010, kami sudah menangani lebih dari 10.000 implan yang dipasang oleh tim dokter gigi spesialis implan yang sudah memiliki sertifikasi,” paparnya.

Tak hanya berkecimpung sebagai dokter, di Instagram pribadinya @drg.Christine, ia juga kerap kali membuat dan memposting konten seputar kesehatan terutama gigi. Ia mengaku membuat konten edukasi agar orang yang mengikutinya bisa teredukasi dalam permasalahan kesehatan gigi. Ia berharap konten yang dibuatnya bisa bermanfaat dan menjadi pelajaran bagi orang lain. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *