Front Office layanan di RS Unud. (BP/Win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Rektorat Universitas Udayana (Unud) akhirnya menanggapi surat Serikat Pekerja Rumat Sakit (RS) Unud yang dilayangkan kepada Ombudsman RI Provinsi Bali terkait tidak dibayarnya remunerasi tenaga kesehatan (nakes) RS Unud selama 18 bulan.

Ketua Unit Komunikasi Publik Unud, Dr. Ni Nyoman Dewi Pascarani, menegaskan bahwa RS Unud tidak memiliki Serikat Pekerja seperti yang tercantum dalam surat yang dilayangkan ke Ombudsman RI Provinsi Bali tersebut. Namun demikian, Rektorat Unud tetap memberikan tanggapan pernyataan yang terdapat pada surat tersebut.

Dikatakan bahwa saat ini Unud sedang melakukan restrukturisasi pembayaran remunerasi jasa pelayan (jaspel) sesuai arahan Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPKBLU). Mengingat RS Unud saat ini masih di bawah BLU Unud dan masih disubsidi oleh Unud. Oleh karena itu, ditegaskan bahwa pimpinan Unud berkomitmen akan melakukan pembayaran remunerasi tersebut secara bertahap, dengan memperhatikan aturan-aturan terkait remunerasi tersebut.

Dewi Pascarani mengungkapkan bahwa pendapatan dari RS Unud belum dapat memenuhi kebutuhan, seperti gaji, perawatan gedung dan kebutuhan operasional secara keseluruhan. Namun, manajemen melakukan skala prioritas dalam memenuhi kebutuhan operasional RS Unud. Mengenai Gedung 2 yang terdapat kamar operasi dan ICU, saat ini sedang ditutup sementara karena masih dalam proses renovasi. Diharapkan pada tanggal 1 Juni 2024 sudah dapat beroperasi kembali. Sementara gedung lainnya secara bertahap juga akan direnovasi.

Baca juga:  Dua TPS di Kecamatan Pekutatan Masuk Kategori Sangat Rawan

Terkait pendapatan yang disebutkan pada saat pandemi Covid-19 sebesar Rp250 miliar adalah menjadi PNBP Unud yang alokasi penggunaannya sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku termasuk untuk pembayaran jaspel tahun 2020 dan 2021 yang telah dibayarkan secara bertahap, serta untuk pengadaan obat, alat dan operasional lainnya yang telah diaudit oleh SPI, Kantor Akuntan Publik, Inspektorat Jenderal Kemendikbud Ristek dan BPK.

Sedangkan, Instalasi Humas dan Pemasaran RS Unud yang dibentuk 3 tahun yang lalu tidak memiliki kuasa pengelolaan keuangan, serta tidak memiliki anggaran di POK RS Unud.

Sebelumnya, pada 6 Mei 2024 pegawai dan nakes yang mengatasnamakan Serikat Pekerja RS Unud melayangkan surat kepada Ombudsman RI Provinsi Bali. Ada 7 poin yang disampaikan dalam surat tersebut.

Diantaranya, pertama disampaikan bahwa selaku pegawai dan nakes di Rumah Sakit Unud seharusnya menerima jasa pelayanan dalam bentuk remunerasi yang seharusnya dibayarkan setiap bulan sebagai hak para pegawai dan nakes. Kenyataannya, remunerasi yang diterima terakhir dibayarkan untuk pelayanan Oktober 2022. Artinya sampai bulan Mei 2024 ini sudah 18 bulan pihak Rumah Sakit Unud dan Rektorat Unud tidak membayarkan jasa remunerasi mereka. Sebagai orang Bali, semua pegawai masih bersabar dan tidak ada demo, tapi pihak direksi dan rektorat seakan menutup mata dengan alasan tidak ada anggaran, tapi selalu menuntut pegawai bekerja maksimal.

Baca juga:  Menteri Ristek/BRIN Apresiasi Puluhan Inovasi Unud

Kedua, disampaikan bahwa pelayanan di RS Unud mati suri. Sebab, saat ini keterbatasan obat dan alat medis habis pakai di gudang farmasi. Ini tentunya hal yang sangat aneh bagi sebuah rumah sakit besar. Bahkan layanan kamar operasi dan ICU sudah tidak berjalan selama lebih dari 4 bulan. Suatu hal yang konyol yang diputuskan oleh Direksi RS Unud. Penyebab tidak ada layanan kamar operasi karena hal sederhana, yaitu kerusakan AC atau pendingin ruangan sehingga suhu kamar operasi menjadi panas. Selain itu juga karena keterbatasan obat dan bahan medis habis pakai (BMHP). Pasien rawat inap pun hanya satu dua pasien, tidak cocok dengan RS Tipe B.

Ketiga, Gedung 1 yang berfungsi sebagai gedung poliklinik baru saja selesai dilakukan perbaikan tahun 2023 lalu dengan anggaran belasan miliar rupiah. Tapi kondisinya sangat memprihatinkan. Gedung baru perbaikan tapi kebocoran ada di mana-mana. Saluran air limbah macet dan meluap ke ruangan pasien menjadi sumber infeksi. Proyek ini seharusnya diperiksa kebenaran pelaksanaannya. Sepertinya banyak korupsi yang terjadi di proyek perbaikan ini. Menurut pihak direksi sudah melaporkan ke yang berwenang, tapi tidak ada tindakan apapun juga.

Baca juga:  Bandara Ngurah Rai Perketat Pengawasan Kedatangan Luar Negeri

Keempat, para pegawai non dokter hanya bisa pasrah hidup dengan yang gaji pokok yang pas-pasan. Sementara para dokter meskipun tidak dibayar di RS Unud masih bisa hidup karena masih bisa praktik mandiri atau swasta. Kasihan para pegawai non dokter ini.

Kelima, keuangan RS Unud harus diperiksa. Saat pandemi Covid lalu, tahun 2020-2021, RS Unud memperoleh penghasilan sampai Rp250 miliar. Dengan penghasilan sebesar itu, seharusnya RS Unud sudah menjadi RS hebat. Kenyataannya sangat berbanding terbalik. RS hancur, obat habis, uang Rp250 miliar sudah habis dengan sempurna dan resmi menurut versi manajemen atau Direksi RS Unud. Sayangnya, hal ini tidak pernah dilakukan pemeriksaan.

Keenam, fasilitas fisik dalam hal ini gedung, kamar, kamar mandi dalam kondisi memprihatinkan seperti kondisi bangunan pengungsi tidak terawat. Pegawai mau kencing pun susah karena kamar mandi banyak yang rusak, macet, bocor.

Dan ketujuh, instalasi sarana dan prasarana serta humas perlu dilakukan pemeriksaan keuangan, aliran dana, dan penggunaan anggaran patut dipertanyakan. (Winata/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *