JAKARTA, BALIPOST.com – Mitos yang sering beredar di masyarakat tentang pil KB bahwa menyebabkan rahim kering adalah tidak benar. Demikian ditegaskan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.
“Faktanya, pil KB merupakan kontrasepsi yang jenisnya mampu menunda kehamilan untuk sementara dan kesuburan bisa kembali dengan cepat setelah berhenti mengkonsumsinya,” ujar Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (30/5).
Hal tersebut disampaikan saat memberikan pelayanan KB di sela acara Penguatan Kapasitas untuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) di Kota Ambon, Maluku, pada Rabu (29/5).
Ia juga menegaskan pentingnya pendewasaan usia perkawinan untuk mencegah angka kematian ibu atau bayi saat melahirkan.
“Kawin jangan terlalu muda, kalau baru 15, 16, atau 17 tahun sudah hamil, maka ketika melahirkan itu tidak sukses karena diameter panggul belum mencapai 10 sentimeter, sehingga bayinya bisa terjepit, lahirnya susah. Sering bayinya meninggal dalam proses, karena Tuhan menciptakan diameter kepala bayi itu 9,9 sentimeter,” paparnya.
Selain pendewasaan usia perkawinan, Hasto juga mengingatkan agar tidak menikah terlalu tua atau di atas 35 tahun.
“Di umur 35 tahun ternyata Tuhan sudah menciptakan manusia itu dari lemah dikuatkan, dari kuat dilemahkan, puncaknya di umur 32 tahun, di bawah itu masih sehat-sehatnya, kuat-kuatnya,” ucap Hasto.
Dokter spesialis kandungan itu juga menyampaikan pentingnya ASI eksklusif pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), karena pada periode tersebut menyusui merupakan salah satu cara efektif mencegah stunting.
“Kalau orang bilang air susu enggak keluar, sebetulnya keluar, cuma tidak rajin menyusui,” tuturnya.
Ia juga menjelaskan otak manusia berkembang maksimal pada usia 24 bulan. “Untuk itu kita sosialisasi pencegahan stunting di 1.000 HPK. Ini kampanye kita selalu, ayo cegah stunting dari sejak konsepsi (pembuahan) sampai 24 bulan, program-programnya banyak sekali,” kata dia.
Sementara itu Penjabat (Pj) Walikota Ambon Dominggus N Kaya menyampaikan pada tahun 2021 angka prevalensi stunting di Kota Ambon 21,8 persen, turun menjadi 21,1 persen pada tahun 2022, dan pada tahun 2023 turun lagi 0,4 persen menjadi 20,7 persen.
“Jika dilihat dari persentase, terjadi penurunan stunting. Namun secara jumlah masih terdapat 353 anak stunting di Kota Ambon berdasarkan data per April 2024. Kami berharap di bawah angka 300, bila perlu di bawah 200 anak stunting dengan prevalensi sekitar 18 persen,” ujar Dominggus.
Ia juga menyampaikan Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon telah memfasilitasi pemberian bantuan oleh jajarannya kepada keluarga berisiko stunting dan anak stunting, dengan besaran bantuan berdasarkan tingkat eselon pegawai.
Selain itu Pemkot Ambon juga telah memberikan paket bantuan makanan berupa susu, telur, kacang hijau, beras, dan pemberian makanan tambahan kepada balita stunting. (Kmb/Balipost)