Oleh A.A. Ketut Jelantik, M.Pd.
Menjelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun pelajaran 2024/2025 sejumlah sekolah berlomba mempromosikan eksistensi sekolahnya melalui berbagai kanal informasi. Melalui medsos, advertorial di koran, TV serta kanal informasi lainnya. Cara promosi dalam bentuk pemasangan spanduk, banner maupun baliho juga tak kalah masif dilakukan.
Konten yang ditawar pun cukup beragam. Mulai dari prestasi sekolah, hingga betapa mewah dan menterengnya gedung dan sarana yang dimiliki sekolah tersebut. Bahkan tak sedikit yang membumbui promosinya dengan klaim bahwa sekolah tersebut adalah sekolah berkualitas yang akan mengantarkan sukses putra-putri calon konsumen.
Cara seperti itu dinilai cukup efektif untuk menarik animo konsumen. Tak jarang warga tergiur dan akhirnya menjatuhkan pilihan untuk menyekolahkan putra putrinya di sekolah tersebut. Nah benarkah, sekolah berkualitas hanya ditentukan oleh kemegahan gedung
yang dimiliki?
Atau para guru yang bergelar master atau bahkan doktor? Tulisan ini mencoba untuk menguraikan apa sesungguhnya sekolah yang berkualitas, ciri-ciri dan sekaligus faktor apa sesungguhnya yang mengindikasikan sekolah berhak untuk mengklaim dirinya sebagai sekolah berkualitas.
Pakar Pendidikan Prof. Dr. Arief Rachman menyebutkan ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh sekolah sebelum mengklaim diri sebagai sekolah berkualitas. Menurut Prof. Arief Rachman, ciri sekolah berkualitas dinilai dari kualitas layanan yang diberikan.
Selain itu, ada parameter lain mulai dari kepemimpinan
kepala sekolah hingga kompetensi guru. Sementara Kemendikbudristek menyebutkan sekolah berkualitas paling tidak harus memenuhi empat parameter yakni: (1) pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan peserta didik, (2) guru terbiasa melakukan tindak reflektif, seorang pembelajar serta senang berkolaborasi, (3) Iklim sekolah yang aman, inklusif serta merayakan kebhinekaan, (4) kepala sekolah yang melakukan perbaikan layanan secara berkelanjutan.
Suasana pembelajaran di sekolah yang berkualitas ditandai dengan dinamika yang terjadi ketika proses pembelajaran berlangsung. Tidak ditemukan siswa yang melamun, atau asyik dengan dirinya sendiri. Mereka terlibat aktif dalam seluruh siklus pembelajaran yang
difasilitasi guru.
Kondisi ini disebabkan sebelum pembelajaran dimulai guru telah melakukan assesment awal untuk melihat kesiapan belajar siswa, kecenderungan gaya belajar, serta bakat minat yang dimiliki. Melalui assesment awal ini, guru akan mampu mempersiapkan perencanaan
pembelajaran yang dibutuhkan siswa, menyusun bentuk dan jenis asesmen yang ideal, serta mampu memilih metode atau teknik pembelajaran yang potensi daya kejut untuk menggairahkan semangat belajar siswa tinggi.
Guru-guru di sekolah yang berkualitas akan menunjukan diri sebagai guru pembelajar sepanjang hayat. Tindakan
reflektif menjadi kebiasaan sehari-hari. Refleksi menjadi dasar bagi guru untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan selama melaksanakan tugas di kelas.
Selanjutnya, portofolio tindakan reflektif tersebut didiskusikan secara kolaboratif dengan teman sejawat melalui beragam kanal berbagi seperti komunitas belajar. Hal yang terbukti berdampak pada prestasi belajar siswa didesiminasikan dalam bentuk praktik baik pembelajaran.
Guru pada sekolah berkualitas selalu membangun diskursus tentang peningkatan kualitas proses pembelajaran guna mewujudkan hasil proses pembelajaran yang memungkinkan para siswanya berkembang sesuai dengan kodrat alam dan zaman.
Semua warga sekolah sangat mendambakan suasana sekolah yang kondusif.
Maka yang menjadi perhatian dalam menjaga kondusifitas di sekolah tentu tidak hanya sekedar penataan fisik, dan ketersediaan sumber daya yang memadai. Namun lebih dari itu, sekolah harus memberikan rasa aman dan nyaman dengan mengembangkan inklusivitas dimana setiap individu di lingkungan sekolah merasa dihargai, dihormati dan diperlakukan sesuai dengan kodratnya.
Melalui inklusivitas, sekolah akan menjadi ladang persemaian yang subur bagi bertumbuhnya perilaku menghargai perbedaan, kesetaraan serta membangun empati bagi sesama. Sekolah harus mampu menjadi
ruang bagi warga sekolah untuk menjadikan perbedaan suku, agama dan ras sebagai sebuah berkah yang harus disyukuri, dirawat dan menjadi perayaan keseharian warga sekolah.
Maju atau mundurnya sekolah sangat tergantung pada kompetensi kepala sekolah. Dalam perspektif sekolah
berkualitas, maka dibutuhkan kepala sekolah yang memiliki pola pikir holistik.
Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program selalu didasarkan data dan melibatkan seluruh warga sekolah.
Saat perencanaan program misalnya, kepala sekolah pada sekolah yang berkualitas akan selalu menjadikan data sebagai sumber informasi.
Data dikelola dengan baik. Perencanaan program
melibatkan seluruh warga sekolah, bukan atas kehendak dan hasrat pribadi kepala sekolah. Kritik, saran dan masukan menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan.
Dalam tahap implementasi, kepala sekolah rutin melakukan pengamatan kinerja para guru dan staf lainnya. Sekolah berkualitas tidak hanya ditentukan
oleh kemegahan gedung, peralatan labolatorium yang shopisticated, guru yang bergelar master.
Namun lebih pada bagaimana sekolah tersebut mampu memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan siswa. Gedung mewah, peralatan canggih, gelar master tak akan berarti apa-apa jika dalam implementasinya belum mampu melayani kebutuhan perserta didik atau siswa.
Penulis, Pengawas Sekolah Dikpora Bangli, juga Fasilitator Sekolah Penggerak A3