Oleh I Ketut Murdana
Ketika berbicara “pertualangan kreatif”, berarti proses penciptaan seni yang panjang mewujudkan suatu karya seni yang “baru”. Kebaruan inilah yang diperjuangkan dalam suatu pertualangan. Setidak-tidaknya “kebaruan” itu melingkupi beberapa unsur, misalnya: kebaruan material yaitu ditemukannya material baru, menentukan teknik yang baru pula. Kebaruan gagasan baru, lalu bisa mempromosikan hingga menjadi arus gerakan yang mengubah realitas sebelumnya menjadi gaya tertentu, lalu bisa menjadi identitas personal maupun komunitas yang menekuni lalu bervibrasi luas, sehingga menjadi catatan sejarah yang amat penting artinya bagi edukasi penciptaan bahkan menjadi masab. Gerakan seni lukis Pita Maha sejak tahun 1930-an telah menjadi masab mewarnai sejarah seni rupa Bali.
Petualang-petualangnya mesti memiliki kecakapan analisa fenomenologi, analisa historis dan identitas budaya, psikologis, daya estetik dan spirit religius, kecapan teknik yang mumpuni. Modal Intelektualitas tersebut berpadu dengan kesadaran estetik dan didukung modal material menggerakkan strategi promosi yang jitu. Kedua kekuatan modal ini bersatu-padu bergerak mensugesti, membesarkan, mengenalkan, menentukan kompetisi di ruang publiknya. Energi amat menentukan kekuatan pertualangan menuju ruang “puncak identitas kreatif”, indrawi menuju ruang “kebahagiaan non-indrawi”.
Ruang “kebahagiaan yang non-indrawi” ini juga disebut “misteri dari segala misteri”, yang meresapi setiap karya yang disebut “taksu” dalam bahasa Bali. Energi taksu itu menguatkan daya tarik indrawi mengantarkan rasa merasakan esensi terdalam yang membahagiakan. Dalam pengetahuan suci Veda disebut “Sat atau nirguna Brahman”. Pada ruang misteri, Sat atau Nirguna Brahman inilah sesungguhnya proses pertualangan itu terjadi.
Proses kreatif yang sudah “mengindra” merupakan konfigurasi nilai-nilai holistik kehidupan berwajah estetik beraneka varian. Efek duniawinya sering menjadi kesadaran (Cettana) dan Ketidaksadaran (acettana). Pada satu sisi menimbulkan kebanggaan sikap berkesenian, percaya pada diri sendiri, hingga menjadi jalur identitas yang selalu dikejar oleh para seniman. Dalam dunia spiritual disebut manusia membangun kesejatian diri. Semuanya itu mewarnai menjadi wujud karya seni yang mewarnai taman estetik dunia.
Kesadaran akan identitas kesejatian diri inilah sesungguhnya jawaban pengetahuan suci yang direfleksikan melalui karya seni yang menyadarkan yaitu: kamu adalah aku dan aku adalah kamu berasal dari satu sumber yang sama (tattwam-asi). Memahami dan memaknai pertualangan kreatif, merupakan upaya membuka tumbuh dan berkembangnya kesadaran, senada dengan sifat Kemaha-kuasaan Tuhan dalam ruang terbatas, menuju tak terbatas, yang selalu menciptakan ciptaan-ciptaan baru menjadi kehidupan baru, yang menyegarkan dan mensejahterakan.
Kehidupan baru yang menyegarkan memasuki “rtham” atau hukum dualitas yang tak bisa dihindari oleh siapapun. Akibatnya sering dianggap menyengsarakan dan bila siap untuk bertualang, berproses masuk mencari makna ke dalamnya dengan keberanian, keyakinan yang tulus, maka kebahagiaan pasti tercapai.
Upaya masuki realitas yang dipandang “menyengsarakan” itulah sesungguhnya ruang edukasi yang membebaskan rasa takut dengan keyakinan, bahwa ruang misteri itulah berisi segalanya, karena “Dia” berisi segalanya, maka disebut sumber dari segala sumber, termasuk sumber inspirasi bagi seniman. Oleh karena itu ruang kosong atau “nir” disebut misteri dari segala musteri.
Menempatkan kesadaran entitas atau motif yang mengindrawi itu berasal dari “kemisterian” entitas Agung, dan kemudian dimaknai sebagai esensi kemurnian dan pertualangan entitas itu mencapai entitas Agung. Maka proses kreatif telah membebaskannya dari hukum pertualangan material mencapai kebebasan memasuki ruang “nir”. Ketika sudah demikian pertualangan apapun wujudnya adalah proses penyatuan material dijiwai pengetahuan suci spiritual, menjadi “satu” (kebahagiaan sejati).
Proses penciptaan seniman adalah pertualangan kreatif, memformulasi ide-ide, mentrasformasi, manupulasi estetik yang serba mungkin, mengedukasi, memaknai dan seterusnya. Karakteristik kebenaran ini bergulir dan mengalir tiada henti adalah penyempurnaan karma, mencapai kesadaran sejati. Kesadaran proses inilah sesungguhnya pertualangan kreatif bagi seniman. Maka lahirlah karya seni persembahan dalam ranah material duniawi maupun sarana puja memuliakan kebesaran-Nya. Disebut karya seni persembahan, karena telah tersaji melalui kualitas proses yang disebut “puncak kesadaran”,pada herarkhi tangganya masing-masing.
Penulis, Pemerhati Seni, Pensiunan Dosen ISI Denpasar