I Wayan Jatiyasa. (BP/Istimewa)

Oleh I Wayan Jatiyasa

Di tengah pengangkatan besar-besaran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) khususnya di jenjang pendidikan sekolah dasar dan menengah, tidak lantas membuat generasi Z tertarik untuk menjadi seorang guru. Hal ini tentu menimbulkan kecemasan di dunia pendidikan.

Generasi yang seharusnya menjadi vioner untuk mencerdaskan bangsa malah enggan untuk menjadi pendidik. Generasi Z, yang merupakan kelompok yang lahir sekitar tahun 1997 hingga 2012, memiliki karakteristik yang unik dan berbeda dengan generasi sebelumnya.

Mereka tumbuh dalam era teknologi digital yang berkembang pesat, memiliki nilai-nilai dan kecenderungan yang berbeda dalam memilih karir, termasuk kurangnya minat untuk menjadi guru. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan yang menarik tentang mengapa generasi Z cenderung enggan memilih profesi sebagai pendidik.

Salah satu alasan utama mengapa generasi Z kurang berminat menjadi guru adalah karena persepsi terhadap profesi guru sendiri. Seiring dengan perubahan zaman, profesi guru seringkali dianggap kurang menarik, kurang dihargai, dan tidak menghasilkan pendapatan yang sebanding dengan tingkat pendidikan yang dibutuhkan.

Baca juga:  Pastikan Coblos Koster-Giri, Milenial dan Gen Z di Selat Joget Bareng Giri Prasta

Hal ini dapat menyebabkan generasi Z lebih memilih karir lain yang dianggap lebih menjanjikan secara finansial dan prestisius. Selain itu, tantangan dalam dunia pendidikan juga dapat menjadi faktor penentu.

Generasi Z menghadapi tekanan untuk mencapai kesuksesan dalam bidang yang lebih cepat dan lebih dinamis. Mereka juga cenderung mencari karir yang memberikan fleksibilitas, kesempatan untuk berkembang, dan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Profesi guru sering dianggap memiliki tuntutan waktu yang tinggi, beban kerja yang berat, dan kurangnya fleksibilitas dalam pengelolaan waktu.

Perubahan paradigma pendidikan dan sistem pendidikan yang cenderung berubah-ubah juga menjadi pertimbangan bagi generasi Z untuk bercita-cita menjadi guru. Hal inilah yang menyebabkan beberapa kampus yang memiliki jurusan atau program studi pendidikan tampak “sepi” dan kurang diminati oleh calon mahasiswa.

Mereka cenderung beralih ke jurusan vokasi yang memungkinkan untuk cepat bekerja. Di samping itu, perkembangan teknologi juga memainkan peran dalam mengubah preferensi karir generasi Z. Mereka lebih tertarik pada karir yang terkait dengan teknologi, media sosial, desain grafis, dan bidang-bidang yang memanfaatkan keahlian digital mereka.

Baca juga:  Membangun Daya Tawar Politis Gen Z dalam Pilkada Bali

Hal ini menyebabkan jumlah individu yang memilih untuk mengejar karir sebagai pengembang perangkat lunak, influencer digital, atau profesional di industri teknologi yang lain, sementara minat dalam profesi guru mengalami penurunan.

Namun, penting untuk diingat bahwa meskipun ada kurangnya minat dari generasi Z, profesi guru tetap sangat penting dalam membangun masa depan pendidikan dan masyarakat. Diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat secara keseluruhan, untuk memperbaiki persepsi terhadap profesi guru, meningkatkan kesejahteraan guru, memberikan penghargaan yang layak, dan menciptakan lingkungan kerja yang menarik bagi generasi Z dan generasi muda lainnya agar tertarik dan termotivasi untuk menjadi pendidik yang berdedikasi.

Selain itu, strategi peningkatan minat terhadap guru mesti disertai dengan perbaikan kebijakan dan pengelolaan pada guru. Misalnya, memperbaiki kesejateraan guru dengan menyediakan gaji yang kompetitif, tunjangan yang menarik, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang baik, serta jaminan keamanan kerja.

Baca juga:  Aktualisasi Pancasila dan Visi Politik

Penyediaan jalur pengembangan karir yang jelas dan jenjang karir yang menarik bagi guru. Termasuk kesempatan untuk mendapatkan sertifikasi, pelatihan lanjutan, kesempatan untuk terlibat dalam proyek-proyek inovatif, dukungan psikologis, dan promosi positif terkait profesi guru.

Sementara, tuntutan administrasi memang tidak dapat dipungkiri sebagai seorang guru, namun perlu diberikan fleksibilitas dalam pengaturan waktu kerja, penggunaan teknologi untuk mempermudah tugas administratif, dan memastikan adanya keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi guru. Dengan melakukan upaya-upaya tersebut, diharapkan generasi Z akan lebih tertarik dan termotivasi untuk memilih karir sebagai guru, karena mereka akan melihat profesi ini sebagai pilihan yang menarik, bermakna, dan memberikan kontribusi yang besar bagi pendidikan dan masyarakat.

Penulis, Dosen STKIP Agama Hindu Amlapura

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *