MANGUPURA, BALIPOST.com – Puluhan perwakilan warga dari perumahan berlokasi di Jl. Taman Giri Asri, Kelurahan Benoa mendatangi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Mangutama Kabupaten Badung, Kamis (27/6). Kedatangan puluhan perwakilan Paguyuban Warga Royal Garden Residence (RGR) Bersatu ini untuk meminta penjelasan dari perusahaan pelat merah yang lebih dikenal dengan PDAM Badung terkait masalah distribusi air yang dialami sekitar 200 rumah warga.
Puluhan orang ini diterima langsung oleh Dirut PDAM Badung, I Wayan Suyasa, dan jajaran. Di hadapan para pejabat PDAM Badung tersebut, Ketua Paguyuban Warga RGR Bersatu Rachmat Hartanto mempertanyakan alasan proyek PDAM Badung yang tidak tereksekusi dengan baik.
“Kami adalah perwakilan dari warga dari Paguyuban RGR Bersatu. Kami mewakili warga yang tidak sempat hadir pada saat ini. Kami apresiasi terhadap PDAM Badung yang telah memulai pengerjaan instalasi air PDAM Badung ke perumahan kami, kenapa pembangunan instalasi PDAM berhenti,” ungkapnya.
Menurut Rachmat, pihaknya mendapat informasi adanya dugaan pelarangan dari oknum perusahaan terhadap PDAM Badung saat penggalian instalasi air minum. “Kami pastikan jika segala bentuk larangan yang dilakukan itu tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum sebab legal standing juga tidak ada,” ujarnya.
Kondisi yang terjadi selama ini sebuah perusahaan meminta warga perumahan untuk menggunakan air bawah tanah dengan harga yang telah ditentukan. “Bagaimana mungkin PDAM dilarang dan kami disuruh menggunakan air sumur dengan harga yang tidak wajar. Harganya capai Rp 10 ribu per meter kubik. Kami juga belum tahu apakah air bawah tanah itu legal atau tidak, sementara kualitasnya sangat tidak layak,” ujarnya.
Direktur Utama Perumda Air Minum Tirta Mangutama, I Wayan Suyasa menjelaskan, pengerjaan instalasi air minum ke perumahan itu sejatinya sudah dilakukan. Total anggaran itu mencapai Rp 1,4 miliar lebih. “Namun pada tanggal 17 November, kami menerima surat penolakan,” ujarnya.
Beberapa warga juga menerima somasi dan diminta ganti rugi karena dianggap merusak lingkungan dikarenakan meminta penggalian instalasi air PDAM. Penolakan tersebut membuat staf dan rekanan yang menang lelang proyek merasa tidak nyaman, sehingga pengerjaan dihentikan.
Akibatnya, PDAM Badung akhirnya membuat adendum dengan pihak ketiga pemenang lelang. “Syukurnya pihak pemenang tidak mempersoalkan proyek ini. Sebab pasca adendum, proyek ini hanya dibayar sekitar Rp 600 juta lebih,” ujarnya.
Suyasa mengaku jika persoalan ini membuat lembaganya mengalami semacam investasi yang mengambang alias rugi. Sebab, proyek ini berawal dari adanya pendaftaran dari warga. “Kami sudah kerjakan mulai dari pelelangan. Namun ada penolakan dari warga. Kalau secara perusahaan kami yang rugi, investasi kami mengambang disana,” ujarnya.
Terkait dengan permintaan warga agar PDAM Badung segera memberikan atensi, Dirut Suyasa tidak mempersoalkannya. Sebab dengan pertemuan warga perumahan di kantornya, ia mendapatkan informasi yang jelas dan terang benderang soal kisruh yang terjadi.
Pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Pemkab Badung untuk bisa eksekusi anggaran yang sudah ada, yakni yang tersisa sekitar Rp 700 juta lebih. “Ini sudah sangat jelas. Pertemuan dengan warga perumahan hari ini juga menjadi alasan bagi kami untuk mendapatkan informasi yang jelas, dan bisa berkoordinasi dengan atasan untuk eksekusi anggaran yang sudah ada. Kalau tidak ada halangan, maka tahun 2025 bisa eksekusi anggaran yang ada,” ujarnya. (Parwata/balipost)