Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pemerintah masih mengkaji opsi perpanjangan restrukturisasi kredit terdampak COVID-19.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, perpanjangan hanya untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi opsi yang sedang dipertimbangkan.

Ia menilai kelompok kelas menengah ke bawah lebih membutuhkan perpanjangan restrukturisasi kredit tersebut.

“Ini sedang kita kaji dalam kebijakan KUR. Tadinya kan kita buat kelas menengah, tetapi kelihatannya kelas menengah ke bawah,” kata Airlangga di Jakarta, Kamis (11/7) dilansir dari Kantor Berita Antara.

Baca juga:  Pilot Susi Air Dipastikan Masih Bersama KKB

Menurut Airlangga, sektor perbankan saat ini masih mampu bertahan apabila menghadapi kemungkinan dicabutnya kebijakan restrukturisasi kredit tersebut.

“Ini perbankan merasa cukup resiliens sehingga tentu kita lihat yang (restrukturisasi kredit) KUR secara spesifik,” ujarnya.

Ia menjadikan sektor asuransi sebagai salah satu indikatornya. Jika ada kenaikan asuransi kredit, maka hal tersebut menjadi indikator meningkatnya risiko kredit.

“Ya kita akan melihat dari sisi KUR karena ada permintaan dari asuransi untuk meningkatkan jumlah cadangannya,” terang Airlangga.

Baca juga:  Tahun Depan, Pemerintah Naikan Bantuan KUR

Kendati demikian, keputusan akhir perpanjangan restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 masih belum diputuskan. Airlangga menilai masih diperlukan pengkajian lebih lanjut.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyatakan akan mendalami arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal perpanjangan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit COVID-19 hingga 2025.

“Kami akan dalami, lakukan evaluasinya, baik terkait dengan yang sudah diselesaikan pada Maret lalu maupun terhadap potensi keterbatasan pertumbuhan kredit di segmen tertentu,” kata Mahendra, Selasa (25/6).

Baca juga:  Tingkatkan PAD, DLH Gianyar Gali Potensi Retribusi Sampah

Kebijakan restrukturisasi kredit COVID-19 diberlakukan sejak Maret 2020 dan berakhir pada 31 Maret 2024.

Mahendra menyebut OJK telah mempertimbangkan berbagai aspek saat memutuskan untuk mengakhiri kebijakan tersebut, seperti dampak, kecukupan modal, pencadangan atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), likuiditas dan kapasitas untuk pertumbuhan kredit.

Di samping itu, OJK melihat pertumbuhan kredit pada tahun ini membaik bila dibandingkan kinerja tahun lalu. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *