Oleh John de Santo
Forum Guru Besar Istitut Teknologi Bandung (FGB ITB) belum lama ini menyoroti berbagai kasus dosen yang berupaya mendapatkan jabatan guru besar dengan cara tidak wajar. Para dosen itu ditengarai melakukan segala cara sehingga terjadi pelanggaran integritas akademik.
Rupanya sorotan tersebut, berkaitan juga dengan sederet nama pejabat publik yang ditemukan kejanggalan dalam proses dan prosedur meraih gelar. Mungkinkah, gelar yang mulia dan bergengsi dan menuntut standar yang begitu ketat bisa dimanipulasi? Bagaimana kita memandang persoalan ini?
Ketua FGB ITB, Mindriany Syafila mengemukakan keprihatinan itu dalam rilis resmi yang dikutip Tempo.com pada Selasa (9/7). Menurutnya, terdapat dugaan kuat, bahwa cara yang mereka tempuh, jauh dari semangat kejujuran dan integritas intelektual.
Sebagai contoh, mereka menggunakan plagiarisme, pembajakan dokumen, jurnal predator, pabrikasi artikel, hingga menggunaan jasa joki penulisan artikel. Cara-cara kotor dan manipulatif itu, akhir-akhir ini bahkan dilakukan dengan menggunakan teknologi AI (Artificial Intelligence).
Perilaku tidak etis ini, selain merusak marwah guru besar tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat Indonesia dan internasional terhadap integritas jabatan tersebut. Jabatan guru besar di Indonesia memang diatur melalui UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, khususnya Pasal 72 ayat (5) yang membuka peluang bagi dosen untuk menjadi profesor. Di sebagian besar negara, gelar profesor atau guru besar adalah peringkat akademik di universitas dan lembaga penelitian.
Gelar itu menandakan tingkat keahlian dan peringkat tertinggi pengajaran dalam dunia akademis. Profesor umumnya memiliki potensi luar biasa, ahli di bidangnya, melakukan penelitian asli, dan mengajar program sarjana, pascasarjana, atau program profesional. Mereka juga membimbing mahasiswa pascasarjana dalam upaya penelitian.
Istilah profesor muncul pertama kali pada akhir abad ke-14 dari akar bahasa Prancis dan Latin Kuno, yang berarti “orang yang mengajarkan cabang pengetahuan tertentu”. Di banyak negara Persemakmuran dan Eropa Utara, profesor atau guru besar adalah peringkat akademik tertinggi di universitas. Di Amerika Serikat dan Kanada, gelar itu lebih banyak digunakan untuk merujuk pada akademisi pascadoktoral.
Profesor biasanya menyandang gelar doktor (PhD) atau kualifikasi setara di bidangnya masing-masing. Gelar profesor juga dapat meluas ke posisi seperti asisten profesor dan profesor di beberapa negara. Selain itu, ada profesor kehormatan yang mungkin tidak memiliki kualifikasi akademik tradisional, tetapi diakui karena kontribusinya terhadap bidang tertentu.
Tuntutan Menjadi Profesor
Untuk menjadi seorang profesor, individu biasanya wajib mengikuti jalur akademik terstruktur yang mencakup sejumlah langkah dan persyaratan utama. Berikut adalah ikhtisar persyaratan utama untuk menjadi profesor atau guru besar di perguruan tinggi. Pertama, mendapatkan gelar sarjana.
Langkah pertama untuk menjadi profesor adalah menyelesaikan gelar sarjana di bidang yang selaras dengan minat akademisnya. Kedua, meraih pendidikan pascasarjana. Menghadiri program pascasarjana penting bagi calon profesor. Sebagian besar posisi mengajar di perguruan tinggi dan universitas mengharuskan kandidat untuk memegang gelar lanjutan, seperti gelar master atau doktoral.
Ketiga, mengejar pendidikan pascasarjana. Mengambil program pendidikan pascasarjana penting bagi calon profesor. Posisi mengajar di universitas dan di perguruan tinggi mengharuskan kandidat untuk bergelar master atau doktor. Keempat, menyelesaikan gelar doktor (Ph.D).
Sementara sejumlah posisi mengajar mungkin hanya memerlukan gelar master, banyak posisi fakultas jalur tenurial dan lanjutan mengamanatkan gelar doktor, seperti Ph.D. Program doktor melibatkan kursus yang ketat, ujian komprehensif, meneliti dan mempertahankan disertasi.
Kelima, publikasi penelitian dan berkontribusi pada beasiswa. Profesor dituntut untuk terlibat dalam kegiatan ilmiah, termasuk menerbitkan artikel penelitian, mempresentasikan hasil penelitian di berbagai konferensi, dan berkontribusi pada komunitas akademik.
Keenam, menunjukkan komitmen untuk mengajar dan membimbing. Selain prestasi penelitian, calon profesor harus menunjukkan dedikasinya dalam keunggulan pengajaran dan bimbingan terhadap mahasiswa.
Evaluasi pengajaran yang kuat, pendekatan pedagogis yang inovatif, dan bimbingan yang efektif, dapat memperkuat pencalonan seseorang untuk posisi akademik.
Jadi, profesor atau guru besar adalah jabatan fungsional akademik tertinggi bagi dosen tetap, yang diperoleh melalui pelaksaanaan Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu penelitian, pengajaran dan pengadian kepada masyarakat.
Jelas sekali, bahwa jabatan tersebut diperoleh melalui jalan berliku yang mencakup proses penilaian yang terstruktur, bertahap, berjenjang dan bertanggung jawab, dengan menjaga secara ketat kualitas, obyektivitas serta reputasi karya ilmiah yang dihasilkan. Hampir mustahil peluang itu diperoleh oleh mereka yang ingin mengambil jalan pintas dan menghalalkan segala cara.
Penulis adalah Pendidik dan Pengasuh Rumah Belajar Bhinneka