DENPASAR, BALIPOST.com – Sebanyak 146 Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN/SMKN se-Bali diberikan pemahaman tentang upaya menguatkan budaya anti korupsi dalam pengelolaan SMAN/SMKN di Provinsi Bali oleh Inspektorat Provinsi Bali, Rabu (24/7).
Hal ini dilakukan agar dalam pengelolaan sekolah tidak dilakukan sewenang-wenang. Inspektur Provinsi Bali, I Wayan Sugiada, mengingatkan para kepala sekolah terkait beberapa payung hukum yang dapat menjadi panduan dalam pengelolaan sekolah, sehingga mereka dapat menghindari permasalahan hukum. Pihaknya juga menyoroti beberapa tindakan yang dapat dikategorikan sebagai contoh perilaku koruptif. Seperti, pemalsuan dokumen, tanda tangan, nominal, dan penyalahgunaan fasilitas dinas. Tindakan korupsi bisa terjadi karena adanya faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak diimbangi dengan akuntabilitas.
Di samping itu, Sugiada juga mengingatkan para kepala sekolah tentang gratifikasi, yang dapat berupa uang, barang, komisi, pinjaman tanpa bunga, dan fasilitas lainnya yang diberikan dalam hubungan dengan jabatan. “Gratifikasi adalah akar dari korupsi, jika menerima gratifikasi, wajib melaporkannya paling lambat 30 hari setelah menerima. Kita harus selalu bekerja berdasarkan regulasi yang ada, dan tidak boleh tersandung dalam kasus korupsi apa pun,” tandas Sugiada.
Sementara itu, terkait pendanaan pendidikan, Sugiada menyampaikan bahwa menurut PP Nomor 18 Tahun 2022 tentang Pendanaan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, pendanaan pendidikan dapat berupa pungutan pendidikan, sumbangan pendidikan, dan bantuan pendidikan. Komite sekolah dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk mendukung tenaga, sarana, prasarana, dan pengawasan pendidikan. Penggalangan dana ini berbentuk bantuan atau sumbangan, bukan pungutan, dan hasilnya dibukukan dalam rekening bersama antara komite sekolah dan sekolah.
“Hasil penggalangan dana ini dapat digunakan oleh komite sekolah untuk mengatasi kekurangan biaya satuan pendidikan, membiayai program atau kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan, dan pengembangan sarana prasarana. Pembiayaan kegiatan operasional komite sekolah harus dilakukan secara wajar dan dipertanggungjawabkan secara transparan,” pesannya. (Winata/Balipost)