DENPASAR, BALIPOST.com – Setiap desa adat dapat membuat pararem atau petunjuk teknis maupun awig-awig atau peraturan terkait permainan layangan. Hal itu dikatakan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.
Perwakilan MDA Bali I Wayan Santa Adnyana dalam rapat koordinasi di Denpasar, dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (24/7), mengatakan, pembuatan aturan ini dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi kejadian serupa dengan helikopter jatuh di Suluban Pecatu pada Jumat (19/7) lalu.
“Kalau desa adat apapun yang namanya mengganggu keamanan orang banyak itu bisa dibuatkan pararem melalui awig-awig desa adat,” kata dia.
Wayan Santa mengatakan, masyarakat di Bali sesungguhnya sudah tertata dan memahami aturan dan larangan, sebab masing-masing desa adat telah diatur melalui awig-awig.
Untuk pararem atau pelaksanaan teknisnya bersifat dinamis dan dapat diubah sesuai situasi yang terjadi, sehingga jika terdapat perubahan perilaku yang merugikan di masyarakat maka dapat dibentuk pararem.
“Kalau memang tidak boleh ya tidak boleh, mana desa adat yang harus dibuatkan larangan dalam awig-awignya dibuat tidak boleh, karena ini titik yang memang tidak boleh ada layangan, akan mengganggu keamanan kita,” ujarnya.
Saat ini MDA Bali belum memiliki data desa adat yang sudah memiliki awig-awig atau pararem yang mengatur permainan layangan, namun melihat kejadian helikopter jatuh menurutnya harus optimal digodok di desa sekitar Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Senada dengan MDA Bali, Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra mengatakan instrumen hukum di desa adat dapat dimanfaatkan untuk mengatur tata tertib warga desa adat.
“Kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk desa adat di wilayah tadi seperti yang disampaikan di Kuta Selatan dan Denpasar Selatan itu agar betul-betul memperhatikan,” kata dia.
Tidak ingin hanya membatasi permainan layangan, Pemprov Bali sedang memikirkan pemberian ruang bagi masyarakat lokal dalam bermain layang-layang.
“Kalau misalnya dilarang bermain layangan di zona tertentu kami harus berupaya juga menyediakan ruang, tempat untuk tradisi itu, ini menjadi bagian penting dari pemerintah untuk melindungi seni budaya dan kearifan lokal di Bali,” tutur Kartika.
Menurut dia pemerintah daerah wajib memastikan tradisi ini terlindungi namun tanpa mengganggu keamanan penerbangan dan instalasi listrik. (Kmb/Balipost)