DENPASAR, BALIPOST.com – Bali mulai kembali dibanjiri wisatawan mancanegara. Periode Januari-Juni saja tercatat hampir 4 juta wisman ke Bali. Ironisnya, tingkat hunian hotel tetap stagnan di angka 50-an persen. Apa yang terjadi pada Bali?
Pascacovid-19, tahun ini mencatatkan membeludaknya jumlah wisman ke Bali. Periode Januari-Juli 2023 tercatat 2,2 juta wisman. Sedangkan periode sama tahun ini, ada 3,8 juta wisman berpelesiran ke Bali.
Ketua Bali Vila Rental and Management Association (BVRMA), Kadek Adnyana tidak begitu antusias soal angka kunjungan wisman ini. Pasalnya, justru banyak vila legal yang ikut asosiasi yang dipimpinnya tidak mengalami peningkatan permintaan. Begitu pula dengan tingkat hunian hotel di Bali yang menurut data tidak banyak terdongkrak. Angkanya ada di kisaran 57 persen.
Kadek Adnyana melihat fenomena ini sebagai indikasi, bahwa banyak wisman yang menginap tidak di hotel dan vila legal (berizin). “Kemungkinan besar mereka menginapnya di vila ilegal atau ada pula yang telah memiliki properti di Bali,” katanya. Ini berarti, membanjirnya wisman, tidak memberi manfaat langsung bagi ekonomi masyarakat Bali.
Sementara itu, Pelaku Usaha yang juga mantan Ketua HIPMI Bali Agus Pande Widura mempertanyakan dampak banjirnya wisman ke Bali. “Apakah mereka betul-betul menginap di hotel dengan harga normal atau lebih banyak mengontrak untuk long stay?” tanyanya.
Jika mereka menginap di tempat yang tidak berizin dan dalam jangka waktu lama, maka dampak ekonominya bagi Bali tentu sangat kecil. Fenomena pariwisata Bali yang mulai tidak memberi dampak langsung bagi masyarakat Bali dapat dilihat dari tidak sejalannya antara jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dengan tingkat hunian hotel.
Data ini menunjukkan bahwa, wisman yang datang ke Bali menghabiskan waktu berliburnya dengan tanpa menginap di akomodasi resmi yang mempekerjakan tenaga lokal dan juga membayar pajak. Adnyana dengan tegas menyebut fenomena ini sebagai hal yang merugikan Bali.
Jumlah akomodasi pariwisata di Bali yang legal sebenarnya sangat cukup untuk melayani wisman untuk menginap. Bahkan mungkin mengalami kelebihan jumlah kamar.
Jika wisman memilih menginap di akomodasi yang tidak berizin, pemerintah dipastikan kehilangan pendapatan pajak. “Tenaga kerja lokal juga tidak terserap, karena banyak wisman memilih tinggal di vila tanpa ada pelayanan,” katanya.
Pemerintah diminta untuk tegas mengatur tentang ketentuan wisman berlibur di Bali. Terutama soal dimana mereka memilih menginap selama berlibur. Kadek Adnyana mengatakan, saat ini ada banyak akomodasi wisata seperti vila yang tidak berizin atau ilegal.
Banyak pula vila dimiliki oleh WNA dan dibisniskan kepada rekannya sesama WNA. Transaksinya menggunakan mata uang negera mereka bahkan ada yang menggunakan bit coin. Ini tentu semakin menjadikan uang yang beredar tidak di masyarakat Bali tetapi di antara negara mereka saja. (Nyoman Winata/balipost)