Seorang wisatawan mancanegara (wisman) melihat kurs rupiah di papan salah satu money exchange di Sanur, Denpasar. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kehadiran wisatawan ke Bali memang memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan devisa bagi negara. Namun, dampak sosial justru ditimbulkan yang mengganggu tatanan masyarakat Bali. Pariwisata yang seharusnya mensejahterakan, kini semakin merusak Bali. Dibutuhkan penegakan aturan untuk mengembalikan tatanan pariwisata yang membawa kebaikan bagi Bali.

Hal tersebut disampaikan dua guru besar perguruan tinggi yakni Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Warmadewa (Unwar), Prof. Dr. Drs. Anak Agung Gede Oka Wisnumurti, M.Si., dan Guru Besar Pariwisata Unud Prof. Dr. Drs. I Putu Anom, M.Par., di Denpasar, Minggu (11/8).

Prof. Wisnumurti menyoroti bahwa ulah beberapa wisatawan yang melakukan tindakan kriminal dan bertindak ugal-ugalan telah mengganggu ketertiban umum. Bahkan, diungkapkan bahwa sebagian wisatawan mencoba mencari penghidupan di Bali, yang menurutnya mengesankan bahwa Bali masih dalam “penjajahan” dalam arti yang lebih luas. “Saya khawatir, jika dibiarkan, pariwisata Bali justru tidak akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melainkan menjadi tempat bagi wisatawan untuk melakukan aktivitas ekonomi yang tidak terkendali,” tandasnya.

Prof. Wisnumurti menekankan pentingnya penegakan regulasi terkait kehadiran wisatawan yang menurutnya sudah ada, namun implementasinya yang perlu ditingkatkan. “Saya yakin aturannya ada, hanya bagaimana aturan itu bisa ditegakkan yang menjadi persoalan utama,” ujar Prof. Wisnumurti.

Baca juga:  Tahun 2018, Enam Pasar Direvitalisasi

Sementara Prof. Anom menyampaikan kekhawatirannya terhadap penemuan sarang narkoba, wisatawan yang berbisnis, dan membentuk komunitas yang merugikan di sejumlah wilayah di Bali. Menurutnya, perilaku wisatawan ini telah menciderai pariwisata Bali yang dikenal dengan pariwisata budayanya.

Anom juga menyebutkan kemacetan yang sering terjadi di Bali Selatan sebagai masalah lain yang mengganggu kegiatan pariwisata. Bahkan, kemacetan ini telah terjadi di mana-mana, terutama jalan menuju daerah tujuan wisata di Bali. Untuk itu, pariwisata Bali kini membutuhkan perhatian dan perbaikan yang mendalam. Dengan harapan Bali dapat kembali menjadi surga di bawah langit yang terkenal di seluruh dunia.

Terkait kemacetan, Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun, mengungkapkan bahwa Bali telah mempersiapkan strategi mobilitas perkotaan berkelanjutan metropolitan Sarbagita. Yakni, bus Metro Trans dan Trans Sarbagita. Namun belum banyak yang memanfaatkannya, padahal ongkosnya sangat murah yakni Rp2.500 saja.

Berikutnya, juga tengah dilakukan pengembangan kereta api bawah tanah di Bali. Selain itu juga mulai memberlakukan kendaraan listrik yang sangat ramah dengan lingkungan. Tjok Bagus Pemayun menegaskan bahwa dengan berbagai strategi ini wisatawan yang datang ke Bali untuk berlibur diharapkan dapat nyaman dan aman. Terutama di jalan raya saat menuju lokasi daya tarik wisata.

Baca juga:  Kesembuhan Pasien COVID-19 di Denpasar Melonjak, Masyarakat Tetap Diingatkan Disiplin Prokes

Wisnumurti menekankan pentingnya adanya jaminan bagi wisatawan yang datang ke Indonesia, khususnya Bali. Ia membandingkan ketatnya aturan di negara-negara lain seperti Jepang dan Australia yang mewajibkan wisatawan menunjukkan bukti keuangan. Hal ini mesti diterapkan juga di Indonesia, sehingga wisatawan yang datang ke Bali bukan wisatawan abal-abal.

Prof. Wisnumurti juga mengkritik kurangnya pengawasan terhadap perilaku wisatawan di Bali, seperti banyaknya wisatawan yang berpenampilan tidak sopan dan beberapa insiden yang meresahkan masyarakat, termasuk kasus anak kecil yang viral karena membawa senjata tajam. Menurutnya, hal ini mencerminkan lemahnya pengendalian terhadap aktivitas wisatawan yang justru bisa merugikan pariwisata Bali dalam jangka panjang.

Sebagai solusi, Prof. Wisnumurti menyarankan agar penegakan aturan terhadap wisatawan dilakukan dengan melibatkan kerja sama antara pihak Imigrasi, Satpol PP, Dinas Pariwisata, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya. “Tim kerja ini perlu duduk bersama untuk mengimplementasikan aturan yang sudah ada,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa mengatasi persoalan ini sebenarnya cukup sederhana. Apalagi, semua data terkait wisatawan sudah terekam dalam sistem, sehingga yang dibutuhkan hanyalah komitmen untuk menerapkan aturan dengan konsisten. “Kita sudah terbiasa bepergian ke luar negeri, dan di sana kita diperlakukan dengan aturan ketat. Maka, seharusnya perlakuan yang sama diterapkan pada wisatawan yang datang ke Bali,” kata Prof. Wisnumurti.

Baca juga:  Ini, Hasil Pemetaan TPS di Klungkung yang Masuk Kategori Rawan

Dengan penegakan regulasi yang lebih ketat, Prof. Wisnumurti berharap pariwisata Bali bisa kembali pada jalur yang benar dan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan ekonomi setempat.

Terkait hal ini Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun mengatakan bahwa Dispar Bali akan terus berupaya memperbaikinya. Salah satunya menyosialisasikan Surat Edaran (SE) Nomor 04 Tahun 2023 tentang Tatanan Baru Bagi Wisatawan Asing Selam di Bali. Bahkan, koordinasi dengan anggota satgas tata kelola pariwisata selalu dilakukan agar lebih aktif menjalankan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.

Terkait ulah wisatawan yang melanggar aturan kepariwisataan di Bali telah ditindak hukum sesuai dengan aturan yang dilanggar. Tindakan hukumnya disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan yang ditangani langsung oleh pihak penegak hukum, seperti kepolisian, imigrasi, dan Pol PP. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *