Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati (tengah) didampingi Wakil Menkeu I Suahasil Nazara (kiri) dan Wakil Menkeu II Thomas AM Djiwandono (kanan) menyampaikan pemaparan pada konferensi pers APBN KiTa Edisi Agustus 2024, di Jakarta, Selasa (13/8/2024). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Perekonomian global masih dibayangi risiko ketidakpastian, terutama dari timbulnya potensi resesi di Amerika Serikat (AS). Hal itu dikatakan Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati.

Ekonomi AS terindikasi mengalami pelemahan hingga risiko resesi, ditambah dengan sentimen yang memproyeksikan Bank Sentral AS atau The Fed akan menunda pemangkasan suku bunga acuan.

“Dengan kejadian terbitnya data labor (tenaga kerja) di AS yang kemudian memperkirakan akan terjadi resesi, kemudian reaksi market yang sedemikian volatile-nya mengharapkan tentu dalam hal ini ekspektasinya Fed Fund Rate akan turun dan bahkan ada yang berspekulasi akan ada pertemuan emergency sebelum September. Ternyata belum terjadi, ini menandakan market begitu cepat berubah dari sisi psikologis berdasarkan issuance data yang terjadi dan dampaknya luar biasa besar,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa, di Jakarta, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (13/8).

Baca juga:  Ini, Risiko Sering Marah-marah

Saat ini The Fed masih menahan suku bunga acuannya di level 5,25-5,50 persen. Dengan tingkat suku bunga yang masih tinggi beserta tingkat pengangguran AS yang naik tipis menjadi 4,0 persen, Pemerintah AS khawatir akan mengalami hard landing.

Sri Mulyani menjelaskan, volatilitas perekonomian domestik AS menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan ketidakpastian ekonomi global terus berlanjut.

Berdasarkan laporan Departemen Tenaga Kerja AS terakhir, para pemberi kerja AS menambahkan 272.000 pekerjaan pada Mei 2024, lebih tinggi dari yang diperkirakan. Meskipun demikian, tingkat pengangguran naik tipis menjadi 4,0 persen.

Baca juga:  Inflasi Tinggi, Ekonomi Global Dekati Resesi

“Namun kemarin dengan data yang muncul labor market agak soft mereka khawatir akan terjadi hard landing. Inilah yang terjadi pada Minggu lalu yang menjelaskan volatilitas yang cukup besar dari sisi perekonomian AS yang berpengaruh getarannya ke seluruh dunia,” ujar Bendahara Negara itu.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan, tidak hanya di AS, Eropa hingga China juga tengah mengalami pemulihan ekonomi yang masih lemah dan rentan (fragile). Prospek pertumbuhan ekonomi China melemah di tengah krisis sektor properti serta mengingat situasi tensi dagang dengan AS.

Baca juga:  Tragedi Presiden Iran Agar Tidak Berdampak Pada Ekonomi Global

Sementara, katanya lagi, meningkatnya eskalasi konflik Timur Tengah dan Rusia-Ukraina semakin memperparah pertumbuhan ekonomi global yang kian melemah.

Diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2024 yang sebesar 5,05 persen secara tahunan (year on year/yoy) masih lebih baik dibandingkan negara lain, seperti China hingga Korea Selatan (Korsel).

Pertumbuhan ekonomi China tercatat 4,7 persen (yoy), Singapura (2,9 persen), Korea Selatan (2,3 persen), dan Meksiko (2,24 persen). (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *