JAKARTA, BALIPOST.com – Penerapan prinsip tata kelola dan manajemen risiko di lembaga jasa keuangan terus diperkuat. Hal ini dilakukan melalui penerbitan Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK).
“Penerbitan POJK ini diharapkan dapat mendorong pelaksanaan implementasi anti fraud bagi LJK di bawah pengawasan OJK secara menyeluruh, sehingga tercipta ekosistem keuangan yang kuat dan sehat,” kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa di Jakarta, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (13/8).
Aman menuturkan penerbitan Peraturan OJK (POJK) itu merupakan salah satu inisiatif OJK dalam mendukung pengembangan dan penguatan LJK serta menindaklanjuti masukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.
POJK tersebut mengatur antara lain kewajiban penyusunan dan penyampaian kebijakan strategi anti fraud, serta penyampaian laporan kejadian fraud, baik laporan rutin maupun insidental, dan sanksi denda keterlambatan penyampaian yang disesuaikan dengan kompleksitas kegiatan usaha LJK.
Peraturan itu juga mengatur kewajiban penerapan fraud detection system disertai peningkatan pemahaman pihak internal dan eksternal yang terkait, dan didukung penerapan manajemen risiko yang memadai.
Pedoman penerapan strategi anti fraud dalam ketentuan tersebut ditujukan untuk dapat mengarahkan LJK dalam melakukan pengendalian fraud melalui upaya yang tidak hanya ditujukan untuk mencegah, namun juga mendeteksi dan melakukan investigasi serta memperbaiki sistem sebagai bagian dari strategi yang bersifat integral dalam mengendalikan fraud.
Adapun jenis perbuatan yang tergolong fraud terdiri atas korupsi, penyalahgunaan aset, kecurangan laporan keuangan, penipuan, pembocoran informasi rahasia, dan atau tindakan lain yang dapat dipersamakan dengan fraud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Korupsi meliputi benturan kepentingan yang merugikan LJK dan atau konsumen, penyuapan, penerimaan tidak sah, dan atau pemerasan.
Penyalahgunaan aset meliputi penyalahgunaan uang tunai, penyalahgunaan persediaan, dan atau penyalahgunaan aset lainnya.
Kecurangan laporan keuangan meliputi melebihkan kekayaan bersih dan atau pendapatan bersih, atau mengurangi kekayaan bersih dan atau pendapatan bersih. (Kmb/Balipost)