Wayan Suyasa. (BP/par)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Iklim politik di Kabupaten Badung semakin memanas menjelang penetapan bakal pasangan calon (Bapaslon) Bupati dan Wakil Bupati Badung. Suasana ini kian terasa saat Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta, melontarkan kritik keras terkait rencana program hibah Rp 1 miliar per banjar dan desa adat, dalam pelantikan Penjabat (Pj) Sekda Badung pada Senin (2/9).

Giri Prasta secara terang-terangan mengkritik janji kampanye salah satu calon yang berencana memberikan hibah Rp 1 miliar kepada setiap banjar setiap tahun. “Yang saya lihat di media, kalau saya terpilih nanti, calon yang lain itu akan memberikan hibah kepada banjar setiap tahun Rp 1 miliar. Memangnya hibah boleh berturut? Belajar dulu,” ujar Giri Prasta dengan nada sinis.

Lebih lanjut, Giri Prasta menambahkan bahwa persetujuan program hibah ini juga belum tentu didapat dari DPRD Badung. “Apa disetujui oleh DPRD nantinya? Kami tidak ingin ada persoalan yang tidak perlu kita permasalahkan di lembaga DPRD nanti. Yang penting, kita fokus memuluskan agenda kerja sesuai dengan pembangunan jangka panjang Kabupaten Badung, sesuai dengan RPJMD yang diimplementasikan nanti,” tegasnya.

Baca juga:  Soal Akses Menuju Bandara Bali Utara, Gerindra Tanggapi Pernyataan Koster

Menanggapi kritik tersebut, Wayan Suyasa, Ketua DPD Golkar Badung yang juga maju sebagai calon Bupati, dengan tenang memberikan respons. Dihubungi, Selasa (3/9) Suyasa menilai pernyataan Bupati Giri Prasta bertolak belakang dengan kebijakan yang sudah tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 8 Tahun 2022 tentang Tatacara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban dan Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Hibah dan Bantuan Sosial.

“Peraturan Bupati Nomor 8 Tahun 2022 ini ditandatangani oleh Bupati Badung sendiri, yang membantah bahwa hibah tidak boleh diberikan secara terus menerus. Faktanya, ada tujuh lembaga yang boleh menerima hibah tiap tahun dari Pemkab Badung. Selain itu, Pasal 3 ayat (3) angka 8 Perbup 8/2022 memberikan ruang bagi desa adat dan/atau banjar adat untuk menerima hibah tiap tahun,” jelas Suyasa.

Baca juga:  Jumlah Kunjungan Wisnus ke Bali Catat Rekor Baru

Suyasa juga mengutip Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali, yang membenarkan bahwa hibah dapat diberikan secara terus menerus setiap tahun anggaran. “Permendagri memberikan ruang bagi pemberian hibah kepada desa adat dan/atau banjar adat secara terus menerus, selama ada regulasi yang memberi landasan hukum. Kami bahkan berencana mengubah Peraturan Bupati Nomor 8 Tahun 2022 untuk memungkinkan pemberian hibah secara terus menerus kepada desa adat dan banjar adat,” lanjutnya.

Menanggapi pertanyaan apakah DPRD Kabupaten Badung akan menyetujui program tersebut, Suyasa menilai bahwa pernyataan ini memberi kesan seolah-olah semua anggota DPRD menolak program hibah Rp 1 miliar per banjar adat dan Rp 2 miliar per desa adat. “Jika demikian, anggota DPRD tentu akan disorot publik karena menolak hibah yang jelas bertujuan meringankan beban krama banjar adat dalam menjalankan upacara Panca Yadnya dan kegiatan adat lainnya sehari-hari,” tandasnya.

Baca juga:  Kemenkominfo Ajak Generasi Muda Bali Kritis dan Demokratis

Suyasa juga menekankan bahwa karena Peraturan Bupati adalah peraturan di bawah tingkat Perda, maka peraturannya tidak memerlukan persetujuan DPRD dalam penyusunannya. “Peraturan Bupati tak memerlukan persetujuan DPRD, karena ini adalah wewenang Bupati. Namun, dalam APBD, tentu akan memerlukan persetujuan DPRD. Namun, jika DPRD memperjuangkan aspirasi rakyat Badung, mereka tidak akan menghambat program ini,” pungkasnya. (Parwata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *