Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan keterangan pers terkait pelaksanaan High Level Forum on Multi Stakeholder Partnerships (HLF MSP) and Indonesia Afrika Forum (IAF) II di Nusa Dua, Badung, Bali, Senin (2/9/2024). Menlu Retno Marsudi memaparkan relevansi Bandung Spirit yang dihasilkan dari Konferensi Asia Afrika 1955 sebagai fondasi untuk melanjutkan pembangunan kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara Afrika di masa mendatang. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Ada tiga hal penting yang dapat ditarik sebagai hasil dari penyelenggaraan Indonesia-Afrika Forum (IAF) Ke-2 di Bali pada 1–3 September 2024.

“Pertama, mengenai Bandung Spirit. Bandung Spirit masih terus menjadi rujukan dalam pelaksanaan kerja sama selatan-selatan,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (5/9).

Menlu mengatakan bahwa Bandung Spirit yang dihasilkan dari Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 masih relevan, bahkan menjadi pelita yang menerangi jalinan kerja sama di antara negara-negara selatan.

“Bandung Spirit bukan hanya masih relevan, namun menjadi lebih relevan dan bahkan menjadi pelita yang menerangi jalan kerja sama di antara negara-negara selatan,” ujarnya.

Baca juga:  Alexander Marwata Sebut Belum Diperiksa Dewas KPK

Kedua, kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan, sebagaimana yang menjadi harapan dari negara-negara Afrika.

Retno mengatakan bahwa kemitraan yang saling menguntungkan dan tidak terkait dengan ambisi geopolitik menjadi alternatif kerja sama.

Menurut Retno, Afrika adalah benua yang penuh harapan dengan memiliki jumlah penduduk besar, muda, dan memiliki sumber daya manusia yang besar pula.

“Rata-rata keinginan kerja sama mereka di bidang peningkatan perdagangan, peningkatan investasi, terutama pada pembangunan, infrastruktur, industri hilir, pertanian, energi, kesehatan, dan lain-lain,” ucapnya.

Baca juga:  Menlu Rusia akan Hadiri Pertemuan Menlu G20 di Bali

Ketiga, kerja sama pembangunan. Retno mengatakan bahwa pengembangan kapasitas yang diharapkan oleh negara-negara Afrika, antara lain di bidang pertanian dan industri hilir.

“Guna memberikan impact yang lebih besar maka kerja sama triangular menjadi salah satu pilihan yang tepat,” tuturnya.

Retno menjelaskan bahwa penyelenggaraan IAF Ke-2 ditutup dengan high note, dengan naiknya angka deliverables atau kerja sama konkret senilai 3,5 miliar dollar AS, yang terdiri atas sektor energi, kesehatan, pangan, infrastruktur, dan industri strategis.

Menlu menambahkan kesepakatan bisnis IAF Ke-2 itu melonjak tinggi dibanding IAF Ke-1 yang diselenggarakan tahun 2018, dengan kesepakatan bisnis senilai 586 juta dollar AS.

Baca juga:  BMKG Catat Gempa Susulan di NTT Sudah Belasan Kali

Dia juga menambahkan beberapa memorandum of understanding (MoU) turut ditandatangani pada IAF Ke-2, antara lain MoU pengelolaan panas bumi dan tenaga matahari, serta MoU kerja sama farmasi dan transfer teknologi vaksin.

“Dan LoI (letter of intent) pembelian dan perawatan pesawat oleh Republic Democratic Kongo dan juga dengan Senegal,” katanya.

IAF Ke-2 diselenggarakan bersama dengan Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak (HLF-MSP) dalam rangka mendorong kerja sama pembangunan dengan negara-negara Afrika.

Pertemuan Indonesia-Africa Parliamentary Forum (IAPF) diselenggarakan sebelum pelaksanaan IAF Ke-2 di Bali pada 31 Agustus hingga 2 September 2024. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *