A.A Ketut Jelantik, M.Pd. (BP/Istimewa)

Oleh  A. A Ketut Jelantik, M.Pd.

Estafet kepemimpinan nasional dalam waktu dekat akan beralih kepada Prabowo Subianto. Saat bersamaan sebagian besar masyarakat dibayangi  rasa cemas dengan masa depannya. Kecemasan tersebut ditumpahkan dalam bentuk aksi demonstrasi, turun ke jalan.

Masyarakat tentu berharap kebijakan yang akan diambil Prabowo Subianto dan pasangannya sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Bukan untuk oligarki, atau sekelompok elit. Arah kebijakan bidang pendidikan, misalnya, diharapkan benar-benar untuk mempersiapkan terwujudnya Indonesia Emas 2045.

Tulisan ini mencoba membahas tiga isu krusial yang diharapkan menjadi program prioritas pemerintahan baru. Tiga isu tersebut yakni; Inklusivitas, kompetensi guru, serta digitalisasi. Meski pemerintah telah berupaya untuk mempersempit disparitas pelayanan pendidikan baik antar wilayah, daerah maupun propinsi, namun upaya tersebut tampaknya belum membuahkan hasil maksimal. Ketimpangan kualitas guru, akses, serta sarana prasarana pendukung masih terjadi. Ketimpangan paling besar tentu dirasakan oleh saudara kita yang berada di kawasan Tertinggal, Terluar dan Terdalam (3T). Meski demikian disparitas akses dan layanan pendidikan antara wilayah perkotaan dengan pedesaan juga masih dirasakan. Keluhan utama yang sering dilontarkan menyangkut keterbatasan sarana prasarana seperti gedung sekolahan yang kondisinya memprihatinkan, jaringan internet yang tidak memadai, kekurangan guru serta keluhan lain yang sifatnya sangat mendasar.

Pemerintahan baru hendaknya memastikan bahwa seluruh warga Negara memperoleh akses pendidikan yang merata, adil sesuai kebutuhan termasuk bagi anak berkebutuhan khusus maupun anak dengan bakat dan kecerdasan istimewa. Untuk itu, iklusivitas pendidikan dan pendidikan inklusi harus mendapatkan perhatian khusus.

Baca juga:  Literasi dan Penguatan Kompetensi Akademik

Pendidikan inklusi merupakan sebuah sistem penyelenggaraan Pendidikan yang memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk memperoleh akses pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan termasuk bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) maupun anak yang memiliki potensi atau bakat istimewa. Pendidikan inklusi memungkinkan mereka untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki melalui proses pembelajaran yang dilakukan di kelas bersama anak-anak normal.

Dalam perspektif yang lebih luas, pendidikan inklusi bertalian erat dengan konsep pembelajaran ramah anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Skojen (2003:48) yang menyebutkan sekolah inklusi merupakan kegiatan inklusif kolaborasi antara keluarga, lembaga pendidikan formal maupun non-formal dalam menciptakan pembelajaran yang ramah anak. Pendidikan Iklusi bukan tentang kedekatan fisik. Namun iklusi berkaitan dengan pengembangan sikap empati, kepercayaan serta upaya untuk memberikan pelayanan sesuai kebutuhan para peserta didik.

Peningkatan kompetensi guru dipastikan menjadi salah satu kebijakan yang paling ditunggu masyarakat. Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 jumlah guru di Indonesia sekitar 3,1 juta orang, dari jumlah ideal sebanyak 4,2 juta orang guru. Artinya hingga saat ini kita masih kekurangan sebanyak 1,1 juta orang guru. Kompetensi guru yang masih rendah, pada sisi lain juga masih menjadi permasalahan. Data di Kemendikbudristek menunjukan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2019 lalu menunjukan terdapat 34 propinsi di Indonesia yang rata-rata capaian uji kompetensi di bawah kompetensi minimum di angka 75. Ini sekaligus mengkonfirmasi hasil temuan Unesco melalui Global Education Monitoring (GEM) yang menyebutkan kualitas guru di Indonesia masuk kategori memprihatinkan yakni bertengger di urutan ke 14 dari 14 negara berkembang.

Baca juga:  Tanggung Jawab dalam Pelayanan Publik

Hal yang sama juga terungkap melalui riset dari Research on Improving System of Education (RISE) tahun 2018 yang melakukan survey terhadap 360 orang guru Sekolah Dasar. Hasilnya, hanya 12,43 % yang menganggap dirinya menguasai materi literasi baca tulis, serta hanya 22,27% yang merasa menguasai materi Matematika. Kondisi ini menunjukan bahwa dibutuhkan upaya-upaya sistematis untuk mengatasi beragam permasalahan guru di Indonesia. Terobosan baru dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dan kompetesi guru di Indonesia. Reorientasi dan revitalisasi berbagai bentuk kegiatan pengembangan kompetensi guru harus dilakukan. Semua guru diberikan kesempatan yang sama untuk meningkatkan kompetensinya. Program pengembangan kompetensi harus benar-benar ditujukan untuk meningkatkan kinerja guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Dunia digital akan berkembang dengan pesat dan masiv. Digitalisasi akan mengubah seluruh dimensi dan bidang kehidupan manusia tak terkecuali bidang pendidikan. Pengintegrasian media dan sumber belajar melalui piranti digital akan menjadi ‘menu” sehari-hari bagi guru.

Baca juga:  Hedonisme dan Kecenderungan Korupsi

Ragam aplikasi pembelajaran akan datang silih berganti. Meski posisi guru tidak akan teregantikan, namun proses pembelajaran berbasis digital akan membantu guru mengakselerasi kegiatan di kelas. Dalam konteks inilah digitalisasi pendidikan merupakan sebuah keniscayaan.

Program digitalisasi pendidikan yang telah dirintis sebelumnya, seperti program cakap digital perlu untuk dilanjutkan. Bukan saja karena program ini sejalan dengan dinamika dan perkembangan yang terjadi, namun lebih pada tantangan masa depan.

Sebagaimana ditulis dalam Global Paradox dan Megatrend 2020 buku karya John Naisbit dan Patricia Aburdene, bahwa tehnologi informasi berbasis digital secara massif akan mengubah pola kehidupan manusia secara paradigmatic. Dalam kontek ini maka program literasi digital melalui empat pilar yakni Digital Ethics; Digital Safety; Digital Skills; dan Digital Culture, masih layak untuk dilanjutkan.

Pendidikan tidak mungkin berjalan di ruang hampa yang kedap perubahan. Pembangunan bidang pendidikan selalu dinamis. Terjadinya pergantian kepemimpinan nasional diharapkan akan membawa perspektif baru pembangunan bidang pendidikan di Indonesia, sehingga cita-cita untuk mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045 bisa terwujud.

Penulis, Pengawas Dikpora Bangli, juga Fasilitator Sekolah Penggerak Kemendikbudristek A3

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *