JAKARTA, BALIPOST.com – Aliansi Keuangan Campuran Global (Global Blended Finance Alliance/GBFA) yang diinisiasi oleh Indonesia membantu dunia untuk mengatasi perubahan iklim. Hal itu dikatakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Menko Luhut dalam sesi tematik Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat mengatakan aliansi tersebut bisa menjawab kebutuhan untuk bergerak maju dalam implementasi transisi energi, aksi iklim, dan mencapai target tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
“Saya sungguh-sungguh yakin bahwa Global Blended Finance Alliance yang digagas Pemerintah Indonesia bersama delapan calon anggota pendiri, berperan sebagai alat strategis untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan dalam aksi iklim dan mencapai target SDGs,” katanya, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (6/9).
Ia menjelaskan, aliansi skema pendanaan campuran itu hadir dengan visinya untuk menjadi organisasi internasional guna membantu negara berkembang untuk mengembangkan platform pendanaan pembangunan terkait SDGs, dan aksi iklim yang disusun sehingga dapat dibiayai oleh calon investor.
Dirinya mengatakan, pembentukan GBFA selaras dengan optimisme deklarasi Kerangka Kerja Keuangan Iklim Global dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP-28 di Dubai tahun lalu, yang turut menyetujui untuk membuka modal swasta guna meningkatkan tindakan iklim.
“Komitmen ini sejalan dengan inisiatif GBFA dan kami akan membawanya di COP 29 Baku untuk pengembangan lebih lanjut proyek-proyek konkret dan menarik anggota potensial baru,” ujar Menko Luhut.
Sebelumnya Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Pendanaan Iklim Mari Elka Pangestu mengatakan, skema pendanaan campuran (blended finance) membantu negara berkembang untuk mewujudkan transisi energi, sehingga bisa mencapai target nol emisi karbon yang ditetapkan secara global.
Mari mengatakan, skema keuangan yang berasal dari berbagai sumber itu membantu negara berkembang untuk mengejar kesenjangan pendanaan sebesar 1-3 triliun dolar AS.
“Sejauh ini kita baru mencapai 100 miliar dolar AS yang sudah dijanjikan oleh negara maju pada tahun 2015, dan baru terpenuhi pada tahun 2022,” kata dia. (Kmb/Balipost)