Oleh Djoko Subinarto
Ikhtiar untuk melestarikan bahasa dan budaya Bali dapat dilakukan lewat layar lebar alias lewat karya-karya sinematografi. Memproduksi film-film dalam bahasa Bali bukan hanya turut berkontribusi melestarikan dan mempromosikan bahasa Bali, tetapi juga dapat ikut melestarikan dan mempromosikan budaya, tradisi dan filosofi masyarakat Bali.
Selain itu, film berbahasa Bali dapat merefleksikan pula aspek-aspek unik dari budaya Bali, termasuk adat istiadat, ritual dan nilai-nilai luhurnya.
Film-film berbahasa Bali juga menjadi semacam representasi bagi orang-orang Bali, yang memungkinkan mereka menyaksikan kisah, pengalaman, dan identitas budaya Bali di layar lebar. Dan ini boleh jadi bakal ikut menumbuhkan rasa bangga dan rasa memiliki bahasa dan budaya Bali.
Terkait dengan keanekaragaman linguistik, memproduksi karya-karya film berbahasa Bali bakal ikut membantu menjaga dan memelihara keanekaragaman linguistik. Di dunia saat ini, di mana bahasa dominan sering kali meminggirkan bahasa-bahasa lainnya. Adanya film dalam bahasa Bali bakal memainkan peran krusial dalam membuat terpeliharanya keanekaragaman bahasa, terutama bahasa-bahasa lokal.
Masih terkait dengan keanekaragaman, karya-karya film dalam bahasa Bali akan membawa narasi, perspektif dan teknik penceritaan unik ke industri film. Keanekaragaman semacam ini akan pula memperkaya lanskap sinematik nasional, bahkan global dan sekaligus menawarkan penonton berbagai pengalaman dan sudut pandang.
Dari kacamata ekonomi, memproduksi dan mempromosikan film dalam bahasa Bali dapat turut meningkatkan perekonomian lokal. Aktivitas memproduksi film-film berbahasa Bali dapat menciptakan peluang kerja di kalangan warga lokal, mendukung talenta lokal, serta dapat ikut menarik aktivitas pariwisata dan investasi di level lokal.
Film-film dalam bahasa Bali dapat mendidik penonton ikhwal masalah sosial, sejarah dan topik-topik penting dalam masyarakat Bali. Dengan begitu, dapat meningkatkan kesadaran dan mendorong wacana terkait hal-hal yang relevan bagi masyarakat Bali.
Di saat yang sama, film-film berbahasa Bali memberikan platform bagi para seniman Bali untuk menunjukkan karya-karya adiluhung mereka dan membantu mereka mendapatkan pengakuan baik di tingkat lokal, nasional, regional maupun mondial.
Langkah Strategis
Sudah barang tentu, sejumlah langkah strategis perlu dilakukan guna menopang produksi maupun promosi film-film berbahasa Bali. Pertama, pendanaan. Ini aspek yang cukup penting. Pendanaan bisa berasal dari dua sumber, yaitu pemerintah dan juga dari sektor privat atau swasta. Selain itu, hibah, subsidi dan pinjaman berbunga rendah dapat pula diupayakan guna memberikan dukungan finansial yang diperlukan untuk produksi, distribusi dan pemasaran film-film berbahasa Bali.
Kedua, festival dan kompetisi. Menyelenggarakan festival dan kompetisi film berbahasa Bali perlu pula dilakukan. Ajang festival dan kompetisi dapat membantu para pembuat film berbahasa Bali mendapatkan eksposur, membuat jejaring dengan para profesional di industri film, dan menarik investor serta distributor potensial.
Ketiga, pelatihan dan lokakarya. Program-program pelatihan, lokakarya, maupun bimbingan dalam pembuatan film berbahasa Bali akan meningkatkan keterampilan para insan kreatif dalam berbagai aspek pembuatan film, termasuk penulisan naskah, penyutradaraan, sinematografi, dan penyuntingan.
Keempat, infrastruktur dan sumber daya. Ini mencakup investasi dalam pengembangan infrastruktur film berbahasa Bali, seperti studio, fasilitas pasca-produksi, dan layanan penyewaan peralatan.
Kelima, promosi dan distribusi. Tak kalah penting menciptakan saluran untuk promosi dan distribusi film dalam bahasa Bali. Betapapun bagusnya karya film yang dibuat, tanpa promosi dan distribusi yang memadai, film tersebut hanya bakal menjadi penghuni laci gudang. Dalam aspek promosi dan distribusi ini, misalnya, dapat mencakup kemitraan dengan jaringan bioskop , platform streaming, jaringan televisi, dan pasar film nasional, bahkan internasional, demi memastikan film yang telah dibuat menjangkau khalayak yang lebih luas.
Keenam, insentif. Misalnya, menerapkan insentif pajak dan pengembalian dana (baik sebagian maupun seluruhnya) untuk produksi produksi film yang menggunakan bahasa Bali dan mempekerjakan bakat lokal. Insentif seperti ini dapat menarik pembuat film domestik dan internasional untuk berinvestasi dalam proyek-proyek film berbahasa Bali.
Ketujuh, keterlibatan komunitas. Mendorong keterlibatan komunitas dalam proyek film berbahasa Bali dengan jalan kampanye penggalangan dana, pemutaran film di komunitas, dan diskusi yang menumbuhkan rasa kepemilikan dan kebanggaan terhadap produksi film-film lokal.
Kedelapan, pendidikan. Mengintegrasikan pendidikan film ke dalam kurikulum sekolah untuk menginspirasi dan mengembangkan generasi muda dalam pembuatan film-film berbahasa Bali. Pendirian klab film, penyelenggaraan lokakarya, dan kompetisi di tingkat sekolah dapat memicu minat dan bakat terkait film berbahasa Bali sejak dini.
Kesembilan, kolaborasi dan koproduksi. Menjalin kolaborasi antara pembuat film berbahasa Bali dan internasional. Salah satunya lewat koproduksi, yang dapat membawa sumber daya tambahan, keahlian, dan jangkauan khalayak yang lebih luas untuk film-film dalam bahasa Bali.
Kesepuluh, dukungan kebijakan. Perlu adanya kebijakan-kebijakan yang mendukung industri film berbahasa lokal. Misalnya, kuota untuk konten berbahasa lokal di televisi dan bioskop, serta perlindungan hak kekayaan intelektual untuk melindungi hak pembuat film lokal.
Kesebelas, pengakuan dan penghargaan. Menyelenggarakan program penghargaan dan pengakuan khusus untuk film-film berbahasa lokal.
Dengan menerapkan strategi-strategi tersebut, para pemangku kepentingan dapat menciptakan ekosistem di mana para pembuat film lokal lebih berdaya dan film-film dalam bahasa lokal, seperti film berbahasa Bali, dapat berkembang dan maju.
Penulis, kolumnis dan bloger