BOGOR, BALIPOST.com – Pembentukan kantor Lembaga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di tiap provinsi perlu mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Hal itu dikatakan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Heddy Lugito, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (27/9).
“Kalau Undang-Undang Pemilu enggak diubah, ya, enggak bisa karena tidak ada perintah Undang-Undang Pemilu bahwa DKPP harus ada kantor. Itu harus diubah Undang-Undang Pemilu,” kata Heddy saat dikonfirmasi di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Apabila revisi UU Pemilu mengakomodasi pembentukan kantor DKPP di 38 provinsi, menurut dia, masyarakat makin mudah untuk mengadukan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).
“Tujuannya apa? Tujuannya pelayanan. Kasihan saudara kita di Papua, mau mengadu sampai naik pesawat ke Jakarta,” ujarnya.
Oleh sebab itu, saat ini pihaknya sedang mengurus pembentukan kantor perwakilan di beberapa provinsi.
Heddy mengatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat pengajuan pembentukan kantor perwakilan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas sekitar 2 bulan yang lalu.
Ia mengatakan bahwa Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian telah menyetujui pembentukan kantor perwakilan tersebut.
“Nanti dari Menpan RB akan ke Menteri Keuangan. Menteri Keuangan itu menentukan anggarannya. Dari Menteri Keuangan nanti baru ke Menteri Hukum dan HAM. Masih panjang kira-kira,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung merekomendasikan agar Rancangan UU Pemilu untuk dibahas di awal 2025 oleh anggota DPR RI periode 2024—2029.
Menurut dia, revisi tentang aturan pemilu sebaiknya dilakukan dengan jarak waktu yang jauh dengan agenda pemilu. “Merevisi undang-undang yang terkait dengan politik, jangan dekat-dekat dengan agenda politik,” kata Doli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9). (Kmb/Balipost)