Plt Bupati Karangasem, I Wayan Artha Dipa. (BP/Istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Setelah melalui perjuangan panjang sejak 2014, Kabupaten Karangasem, Bali, akhirnya meraih pengakuan internasional dengan ditetapkannya Sistem Agroforestri Salak Sibetan sebagai Situs Warisan Budaya Pertanian Penting Dunia atau Globally Important Agricultural Heritage Systems (GIAHS) oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Ini merupakan pencapaian pertama di Indonesia dan yang ke-89 di tingkat global.

Keberhasilan ini menandai titik penting bagi Karangasem, yang tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional, tetapi juga mengukuhkan komitmen dalam melestarikan praktik pertanian berkelanjutan yang diwariskan secara turun-temurun. Desa Adat Sibetan dengan keunikan sistem agroforestrinya berhasil membuktikan bahwa tradisi lokal dapat memberikan kontribusi signifikan bagi ketahanan pangan dunia.

Plt Bupati Karangasem, I Wayan Artha Dipa, atas nama Pemerintah dan masyarakat, mengucapkan terima kasih kepada Tim GIAHS Pusat dan Tim GIAHS Kabupaten Karangasem serta semua pihak yang terlibat dalam proses panjang ini. “Dukungan, partisipasi, dan komitmen dari semua pihak sangatlah kami harapkan untuk menjaga keberlanjutan program GIAHS, yang tidak hanya berfokus pada ketahanan pangan, tetapi juga pada pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Karangasem,” ujar Artha Dipa, Kamis (3/10).

Baca juga:  Antisipasi Anjloknya Harga Jual, Petani Sibetan Olah Salak Jadi Beragam Produk

Arta Dipa mengatakan, penetapan ini membuka peluang besar bagi pengembangan sektor pertanian lokal, pariwisata berkelanjutan, serta konservasi lingkungan di wilayah Karangasem. Selain menjaga keanekaragaman hayati, Sistem Agroforestri Salak Sibetan juga berpotensi menarik perhatian wisatawan mancanegara yang ingin menyaksikan langsung praktik pertanian tradisional yang telah diakui dunia.

“Dengan pencapaian ini, Karangasem telah membuktikan bahwa upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas internasional dapat menghasilkan dampak positif yang signifikan bagi masa depan pertanian dan kesejahteraan masyarakat lokal,” katanya.

Baca juga:  Dari Ratusan Bus Padati Pelabuhan Padangbai hingga Tambahan Kasus COVID-19 di 2 Digit

Di agian lain, Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Karangasem, I Nyoman Siki Ngurah merasa bersyukur skaligus mengucapkan terimakasih atas dukungan Tim GIAHS Pusat maupun Tim GIAHS Kabupaten Karangasem serta semua pihak yang terlibat atas Perjuangan dan Pendampingannya sehingga bisa meraih Penetapan GIAHS oleh Tim FAO Roma tersebut.

“Dukungan, partisipasi dan komitmen dari semua pihak untuk mendukung dan keberlanjutan Program GIAHS sangat kami harapkan dalam rangka menjaga ketahanan pangan, pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Karangasem,” kata Siki Ngurah, Rabu (2/10).

Menurut Siki Ngurah, tanaman salak yang ada di Sibetan, Karangasem penuh sejarah merupakan warisan turun temurun sejak abad ke 14. Karenaitulah sistem pertanian salak sibetan ini sangat melekat dengan kehidupan masyarakat, salak merupakan sumber pangan, sumber kehidupan bagi petani dan masyarakat.

Baca juga:  Periode 2019-2021, 41 Persen Warga Korut Kelaparan

Siki Ngurah menjelaskan, agroforestri salak sibetan juga tempat pelestarian sumber daya genetik yang sangat kompleks memiliki 14 jenis salak, masyarakat di dalam bertani memiliki pengetahuan tradisional budidaya salak baik cara bercocok tanam dengan 5 strata salak sejak dahulu yang merupakan kearifan lokal memiliki kehidupan sosial budaya yang kental dengan tradisi, dan memiliki bentang alam lanskap yang sangat menarik dan yang mungkin orang tidak ketahui adalah pohon salak ini adalah pohon pinter yg bisa diarahkan tumbuhnya, pohon awet muda dengan sistem perundukan dan akan tumbuh terus. (Adv/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *