Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, pada Senin (7/10/2024) menggambarkan situasi di Gaza sebagai "terjun bebas ke dalam barbarisme," menyoroti kebutuhan mendesak akan diplomasi dan penghentian kekerasan. (BP/Ant)

NEW YORK, BALIPOST.com – Perang brutal selama 12 bulan telah mengubah Jalur Gaza menjadi lautan reruntuhan dan kuburan bagi puluhan ribu orang, mayoritas anak-anak.

“Setahun telah berlalu dan tiada hari tanpa keluarga-keluarga di Gaza mengalami penderitaan yang tak dapat diungkapkan, karena pengungsian paksa, penyakit, kelaparan, dan kematian telah menjadi norma sehari-hari bagi dua juta orang yang terjebak di daerah kantong yang diisolasi dan dibombardir tersebut,” kata Komisaris Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini, lewat unggahan di X, dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (8/9).

Baca juga:  Masyarakat Dianggap Tidak Paham, Perusahaan Investasi Ilegal Target Daerah

Di Gaza, warga sipil terus menanggung beban perang. Lebih dari 220 anggota tim UNRWA terbunuh: jumlah kematian tertinggi dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dia menekankan bahwa anak-anak menjadi pihak pertama dan yang paling menderita. “Selain pembunuhan dan luka, semua anak di Gaza mengalami trauma, dan banyak di antaranya memiliki bekas luka tak kasat mata seumur hidup. Lebih dari 650.000 anak kehilangan setahun lagi untuk belajar. Alih-alih berada di kelas, mereka harus memilah-milah reruntuhan dengan rasa takut dan putus asa,” katanya.

Baca juga:  Terdesak Kebutuhan Ekonomi, Nekat Curi Jeruk di Kebun Warga

Lazzarini memperingatkan bahwa penghancuran infrastruktur penting di Gaza sudah mencapai tingkat yang sangat parah. Dia menambahkan bahwa lebih dari dua pertiga bangunan UNRWA di Gaza sudah hancur dan tidak dapat digunakan dan sebagian besarnya dimanfaatkan untuk pengungsian di bawah bendera PBB. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *