DENPASAR, BALIPOST.com – Hari Limbah Elektronik Internasional atau dikenal dengan e-waste day baru saja diperingati pada 14 Oktober. Ini, merupakan kampanye kesadaran tahunan yang diluncurkan pertama kali oleh Forum Limbah Peralatan Listrik dan Elektronik (WEEE) dengan anggotanya pada 2018.
Kampanye ini bertujuan untuk menarik perhatian terhadap meningkatnya masalah limbah elektronik dan mempromosikan pembuangan limbah elektronik yang bertanggung jawab. Kampanye ini terbuka untuk semua kegiatan kesadaran limbah elektronik, mulai dari media sosial, kampanye TV dan radio, pengumpulan limbah elektronik di kota dan sekolah, hingga pameran seni.
Dikutip dari berbagai sumber, e-waste (electronic waste) atau dikenal dengan sampah elektronik merupakan bekas elektronik dan peralatan elektronik yang sudah tidak digunakan atau dibuang oleh pengguna atau produsennya.
Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), pada 2021, setiap orang di bumi akan menghasilkan rata-rata 7,6 kg limbah elektronik, dan 57,4 juta ton limbah elektronik akan diproduksi di seluruh dunia. Hanya 17,4% dari limbah elektronik ini, yang merupakan campuran bahan berbahaya dan berharga, dicatat sebagai limbah yang dikumpulkan, diolah, dan didaur ulang dengan benar.
Ada banyak inisiatif untuk mengatasi masalah yang semakin meningkat ini, namun tidak akan ada yang efektif tanpa peran aktif konsumen dan pendidikan yang tepat.
International Telecommunication Union (ITU) juga mencatat bahwa limbah elektronik merupakan salah satu aliran limbah terbesar dan paling kompleks di dunia.
Menurut Global E-waste Monitor 2020, dunia menghasilkan 53,6 juta ton limbah elektronik pada tahun 2019, dan hanya 9,3 juta ton (17%) yang dikumpulkan dan didaur ulang. Karena limbah elektronik tidak hanya mengandung bahan berharga tetapi juga racun berbahaya, pemulihan bahan yang efisien dan daur ulang limbah elektronik yang aman tidak hanya memiliki nilai ekonomi tetapi juga manfaat bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Kesenjangan antara jumlah limbah elektronik yang dihasilkan dan jumlah limbah elektronik yang didaur ulang dengan baik mencerminkan kebutuhan mendesak bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk generasi muda, untuk mengatasi masalah ini.
Faktanya, mendaur ulang barang elektronik tidak hanya menghidupkan kembali logam, plastik, dan bahan lainnya, namun juga mengurangi kebutuhan akan ekstraksi dan pemrosesan bahan mentah yang boros energi dan mengeluarkan gas rumah kaca. (Ni Wayan Linayani/balipost)