John de Santo. (BP/Istimewa)

Oleh John de Santo

Potongan video debat panas antara Rocky Gerung, seorang akademisi dan pengamat politik dengan Silfester Matutina Ketua Umum Solidaritas Merah Putih menghiasi lini masa media sosial. Debat panas antar keduanya berlangsung dalam program Rakyat Bersuara miliki iNews TV, hari Selasa, 3 September 2024 yang bertajuk “Banyak Drama Jelang Pilkada, Kenapa”, dipandu oleh Aiman Witjaksono.

Pada sebuah sesi, Matutina mengenalkan diri sebagai usahawan sekaligus pengacara yang tidak memperoleh apa pun dari pemerintah yang ia dukung. Lalu ia menyinggung urusan pribadi, menganggap Rocky tidak memiliki manfaat untuk negeri bahkan menjadi pecundang dan “bujang lapuk”, karena belum juga menikah.

Perdebatan memanas, ketika Rocky Gerung mengatakan dirinya sebenarnya ingin meneringkan prinsip “Pacta servanda sunt” (janji harus ditepati), namun terhalang sang lawan bicara yang ia sebut “bodoh”. Perdebatan itu nyaris berujung adu jotos,
jika tidak dilerai Aiman. Hal apa yang bisa kita
pelajari dari perdebatan ini?

Debat adalah proses argumentasi terstruktur, di mana para peserta membahas sudut pandang yang berlawanan mengenai topik tertentu. Perdebatan biasanya melibatkan dua kubu, yakni kubu “Pro”, yang mendukung pernyataan atau ide, dan kubui “Con”, yang menentang pernyataan atau ide tersebut. Perdebatan umumnya berlangsung menurut berbagai pengaturan, seperti forum publik, lembaga akademik, dan lingkungan yang kompetitif.

Baca juga:  Teror terhadap KPK dan Penegakan Hukum

Formatnya sering kali menyertakan moderator yang mengatur jalannya diskusi dan memastikan bahwa aturan main (rule of game) dipatuhi. Sementara fungsi debat dapat dikategorikan sebagai berikut. Pertama, pengembangan kemampuan berpikir kritis. Boleh dikatakan bahwa, fungsi utama debat adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis.

Peserta harus menganalisis suatu permasalahan yang kompleks dengan mengevaluasi bukti, dan membangun
argumen-argumen logis. Kedua, meningkatkan keterampilan berbicara di depan umum. Debat memberikan kesempatan bagi individu untuk berlatih berbicara di depan umum dalam sebuah lingkungan terstruktur.

Ketiga, keterampilan observasi. Debat yang efektif membutuhkan penelitian menyeluruh terhadap sebuah topik yang akan dibahas. Peserta harus mengumpulkan informasi yang relevan, menilai kredibilitasnya sebelum menggunakannya untuk membangun argumen yang kuat.

Keempat keterlibatan sipil. Debat sering membahas masalah sosial, politik, atau etika saat ini. Dengan demikian, debat mendorong keterlibatan sipil sebagai peserta dan audiens.

Baca juga:  Menyoal Hak Politik ASN Dalam Pilkada

Kelima, resolusi konflik. Terlibat dalam debat memungkinkan individu untuk menghadapi ketidaksepakatan secara konstruktif. Ini mengajarkan peserta bagaimana mengelola konflik melalui dialog yang mendorong pemahaman dan kompromi, daripada memelihara bibit permusuhan.

Keenam, kerja tim. Dalam banyak format debat, peserta bekerja sebagai bagian dari tim untuk menyiapkan argumen dan strategi. Kolaborasi ini menumbuhkan keterampilan kerja tim saat anggota belajar berkomu-
nikasi secara efektif satu sama lain.

Ketujuh, nilai hiburan. Selain manfaat pendidikan, debat juga dapat berfungsi sebagai hiburan bagi para penonton. Debat yang dilaksanakan dengan baik dapat menjadi tontonan yang menarik bagi pemirsa, baik di studio maupun di rumah, melalui kecerdasan, humor, dan retorika yang menawan.

Kesesatan Berpikir

Dalam perdebatan apa pun, kesesatan logis (logical fallacies) dapat secara signifikan merusak kekuatan argumen yang disajikan oleh kedua belah pihak. Hal ini secara jelas terlihat dalam perdebatan antara Rocky Gerung dan Silfester Matutina. Kesesatan logis dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama, yakni: kesesatan formal dan kesesantan informal.

Baca juga:  Reformasi Birokrasi Berbasis Kebutuhan

Memahami kesesatan ini sangat penting untuk membangun argumen yang sehat dan mengevaluasi argumen orang lain secara kritis.

Pertama, kekeliruan formal terjadi ketika terdapat cacat dalam struktur atau bentuk argumen. Kekeliruan ini dikeahui karena struktur logika yang digunakan tidak valid. Artinya, sekalipun premisnya benar, kesimpulannya tidak mengikutinya secara logis.

Kedua, kekeliruan informal. Kekeliruan ini muncul akibat kesalahan penalaran yang lebih terkait konten daripada
struktur. Ia mencakup asumsi yang tidak relevan untuk mendukung kesimpulan argumen. Contoh umum mengenai kekeliruan informal meliputi:

1) Ad hominem, alih-alih membahas argumen, ia menyerang karakter lawan debat; 2) Straw man, salah memposisikan lawan agar membuatnya lebih mudah diserang; 3) generalisasi tergesa-gesa, atau menarik kesimpulan luas berdasarkan bukti yang tidak memadai.

Mengenali kesesatan logis sangat penting untuk membangun komunikasi dan perdebata yang efektif. Dengan mengidentifikasi berbagai kesesatan logis, kita dapat menghindari penalaran yang cacat. Keterampilan ini sangat penting di berbagai bidang, seperti hukum, politik, dan akademis, di mana argumentasi persuasif berperan penting.

Penulis, pendidik dan pengasuh Rumah Belajar Bhinneka

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *