I Kadek Darsika Aryanta. (BP/Istimewa)

Oleh I Kadek Darsika Aryanta

Hari Guru Sedunia, yang jatuh pada tanggal 5 Oktober, merayakan peran pendidik dalam membentuk masa depan sebuah bangsa dan pentingnya menghargai suara guru. Pada tanggal tersebut memperingati hari jadi pengesahan Rekomendasi ILO/UNESCO tahun 1966 tentang Status Guru, yang menetapkan tolok ukur mengenai hak dan tanggung jawab guru, dan standar
untuk persiapan awal dan pendidikan lanjutan, perekrutan, pekerjaan, serta kondisi belajar mengajar yang dilakukan oleh guru.

Tema hari guru sedunia tahun ini adalah “Menghargai suara guru: Menuju kontrak sosial baru untuk pendidikan.” Fokusnya adalah pada peran penting guru dalam membentuk masa depan pendidikan dan perlunya masukan mereka dalam keputusan kebijakan.

Di berbagai negara, termasuk negara-negara yang sistem pendidikannya lebih maju, guru sering kali tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk menyampaikan pendapat dan ide-ide mereka. Posisi suara guru yang marginal dapat dilihat dari rendahnya tingkat partisipasi
mereka dalam proses pengambilan keputusan, baik di tingkat sekolah maupun di tingkat kebijakan nasional.

Baca juga:  FOPI Denpasar akan Gelar Pelatihan dan Kejuaraan Terbuka

Padahal, guru adalah mereka yang paling memahami realitas di dalam kelas, bagaimana kebijakan diterapkan, dan dampaknya terhadap siswa. Namun, suara mereka tidak selalu didengar atau bahkan dihargai dalam perencanaan strategis pendidikan. Ini menjadi paradoks yang menyakitkan, karena guru yang menggerakkan sistem pendidikan justru dijauhkan dari lingkup pengaruh di mana keputusan penting dibuat.

Salah satu faktor yang memperparah marginalisasi suara guru adalah persepsi masyarakat yang melihat profesi guru sebagai pekerjaan biasa, bukan profesi ahli. Profesi guru sering disamakan dengan pekerjaan rutin, padahal menjadi guru membutuhkan keterampilan
pedagogis yang dalam, pengetahuan psikologi anak, serta kemampuan manajemen kelas yang baik.

Pengakuan terhadap guru sebagai profesi ahli masih kurang, baik dalam bentuk pengakuan sosial maupun dari sisi kesejahteraan dan perlindungan hukum. Di banyak negara, guru diperlakukan sebagai tenaga kerja yang sekadar menjalankan instruksi, bukan sebagai profesional yang memiliki otonomi dalam mendesain proses pembelajaran.

Pandangan ini perlu diubah secara mendasar, karena tanpa pengakuan yang pantas terhadap keahlian mereka, kita akan terus melihat penurunan motivasi dan semangat kerja para guru.

Baca juga:  Keselamatan ”Traveler” di Masa Pandemi

Masalah lain yang memperlemah posisi guru adalah fakta bahwa mereka bukanlah pemegang kendali utama
dalam keputusan yang menyangkut profesi mereka. Banyak keputusan penting terkait kurikulum, metodologi pembelajaran, hingga kesejahteraan guru diambil oleh
pihak lain yang tidak selalu memahami realitas di lapangan.

Hal ini menciptakan ketidakselarasan antara kebijakan dan implementasi di lapangan. Guru dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan yang sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan nyata siswa dan dinamika kelas.

Selain masalah otonomi dalam pengambilan keputusan, guru juga sering kali tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dalam melaksanakan tugas mereka. Perlindungan terhadap guru harus ditingkatkan agar
mereka dapat menjalankan profesinya dengan rasa aman dan nyaman.

Guru yang merasa dilindungi secara hukum dan sosial akan lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai tantangan di lapangan, serta lebih termotivasi untuk
memberikan yang terbaik bagi siswa mereka. Pentingnya suara guru dalam komunitas pendidikan tidak bisa diabaikan.

Baca juga:  PGRI Bali Dorong Guru Buat Buku

Guru adalah jantung dari komunitas pendidikan, dan mereka harus diberi ruang untuk berbicara, baik di forum formal seperti rapat sekolah atau seminar, maupun di ranah publik yang lebih luas. Saat ini, masih banyak guru yang enggan atau tidak berani menyuarakan pendapat mereka karena takut akan konsekuensi negatif dari atasan atau pihak berwenang.

Ada sejumlah tantangan yang membuat suara guru semakin lemah. Salah satunya adalah tekanan administratif yang berlebihan.

Guru sering kali dibebani dengan tugas-tugas administratif yang menyita waktu dan energi mereka, sehingga mengurangi kesempatan mereka untuk berpikir strategis dan kreatif tentang pembelajaran. Untuk memperkuat suara guru, kita perlu melakukan perombakan besar dalam cara pandang dan cara kerja sistem pendidikan.

Guru harus diakui sebagai profesional ahli, diberi ruang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, serta dilindungi secara hukum dan sosial.

Penulis, Fasilitator Sekolah Penggerak Kemendikbud, Guru Fisika, Dosen Praktisi Mengajar PGSD Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *