Omed-omedan. (BP/dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Omed-omedan merupakan tradisi yang dilakukan warga Desa Sesetan, Denpasar, sehari setelah perayaan Nyepi. Aksi berangkulan dan berciuman antara muda-mudi yang merupakan warga setempat itu bukan untuk mengumbar nafsu.

Sebab, dilansir dari berbagai sumber, Omed-omedan ini sarat makna dan memiliki sejarah yang panjang.

Omed-omedan dalam bahasa Indonesia artinya tarik-menarik. Dilihat dari sejarahnya, Omed-omedan sudah ada sejak abad ke-17.

Tradisi omed-omedan konon berasal dari penduduk kerajaan Puri Oka yang terletak di Denpasar Selatan, yaitu di Banjar Kaja, Desa Sesetan.

Sebelumnya, warga berinisiatif untuk membuat permainan tarik-menarik, namun seiring berjalannya waktu, permainan ini semakin menarik hingga akhirnya berubah menjadi saling rangkul. Karena suasana menjadi gaduh, Raja Puri Oka yang sedang sakit parah merasa terganggu dengan kebisingan tersebut dan menjadi murka.

Baca juga:  Tradisi Ngusaba Bukakak Sejak Zaman Raja Sri Aji Jaya Pangus

Namun, begitu sang raja keluar untuk menonton permainan omed-omedan, penyakitnya malah sembuh. Sejak saat itu, raja memerintahkan rakyatnya untuk merayakan omed-omedan setiap tahun setelah melaksanakan Nyepi.

Tradisi omed-omedan sempat berhenti diadakan oleh masyarakat Desa Sesetan karena aksi berciuman dianggap tabu dalam Budaya Timur. Namun, tak lama setelah tradisi ini berhenti, kejadian aneh terjadi. Dua ekor babi hutan muncul di depan pelataran pura dan mulai berkelahi.

Penduduk setempat percaya bahwa ini adalah tanda akan datangnya bencana (musibah) atau tanda dari alam bahwa omed-omedan tidak boleh hilang. Untuk itu masyarakat Banjar Kaja tetap meneruskan tradisi omed-omedan hingga saat ini.

Baca juga:  Peringati HUT ke-79 TNI, Kodam Udayana Gelar Pameran Alutsista

Masyarakat juga percaya bahwa ini adalah peringatan dari leluhur. Mengadakan kembali tradisi omed-omedan adalah bentuk penghormatan terhadap leluhur, khususnya leluhur Banjar Kaja yang merupakan asal usul tradisi Omed-omedan ini.

Tradisi ini hanya bisa diikuti oleh para anak muda yang berusia 17-30 tahun di desa ini yang belum menikah.

Tradisi omed-omedan memiliki makna religius dan sosial yang mendalam bagi masyarakat Desa Sesetan. Dari segi agama, upacara ini merupakan bentuk penghormatan kepada para dewa, khususnya Dewa Kala dan Dewi Sri yang dianggap memberikan keselamatan dan kesuburan.

Baca juga:  Resmi Dilaunching, SHF Berkomitmen Jadikan Sanur Destinasi Berkualitas 

Upacara ini juga sebagai cara berdoa dan memohon berkah dan keberuntungan dari para dewa. Dari segi sosial, upacara ini merupakan wujud kebersamaan dan kekeluargaan masyarakat khususnya generasi muda.

Upacara ini juga sebagai ajang mencari jodoh, karena diyakini pasangan yang berciuman pada ritual ini akan mempunyai jodoh yang baik. Tradisi ini juga menampilkan nilai-nilai positif yang patut ditiru, seperti rasa syukur, rasa hormat, doa, harapan, kebersamaan, dan cinta kasih. (Ni Wayan Linayani/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *