Konsumen mengamati sejumlah produk kebutuhan rumah tangga di salah satu gerai mal di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (26/3/2024) (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pemerintah diminta untuk membuat kebijakan yang pro daya beli masyarakat, untuk merespons keputusan pemerintah melanjutkan kebijakan PPN 12 persen. Hal itu diminta Ekonom Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda.

“Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro terhadap daya beli, bukan malah menekan daya beli masyarakat,” kata Huda, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (15/11).

Menurut dia, menaikkan tarif PPN pada tahun depan merupakan keputusan yang kurang bijak mengingat daya beli masyarakat masih cukup terpukul.

Baca juga:  Jika Lakukan Ini, Hotel dan Restoran Siap-siap Tak Dapat Hibah Pariwisata

Menerapkan PPN 12 persen berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposible income) masyarakat. Hal ini dinilai kontradiktif dengan pertumbuhan ekonomi.

“Demikian juga dengan daya beli masyarakat yang akan tergerus. Dampak paling buruknya adalah pengangguran akan meningkat. Kesejahteraan masyarakat akan sangat terbatas,” tambah dia.

Huda mengamini banyak negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang menerapkan tarif PPN lebih tinggi dibanding Indonesia. Namun, juga ada negara yang tarif PPN-nya lebih rendah, seperti Kanada yang sebesar 5 persen. “Jadi, tidak harus melihat yang lebih tinggi tarif PPN-nya. Ada beberapa negara mempunyai tarif lebih rendah,” ujarnya.

Baca juga:  690.882 Formasi CASN Untuk Fresh Graduate

Dia berharap pemerintah dapat membatalkan kebijakan PPN 12 persen pada tahun depan. Seharusnya, lanjut dia, pemerintah memberikan insentif berupa subsidi konsumsi bagi kelas menengah.

“Jika diterapkan (kenaikan tarif PPN) akan meningkatkan kerentanan konsumsi rumah tangga. Dalam jangka pendek bisa mengganggu perekonomian secara makro,” tutur Huda.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang (UU).

Baca juga:  Pemerintah Jadwal Ulang Rencana Penghentian Siaran Televisi Analog

Salah satu pertimbangannya adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.

Namun, dalam implementasinya nanti, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat. “Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan yang baik,” tuturnya. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *