Kegiatan layanan LPS di Kantor Pusat. (BP/Ant)

PONTIANAK, BALIPOST.com – Kesiapan dan langkah yang tengah dilakukan untuk melaksanakan program penjamin polis (PPP) mengemban amanat undang – undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UUP2SK) yang telah ditetapkan. Demikian disampaikan Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Jimmy Ardianto.

“Saat ini dari sisi kelembagaan dan lainnya tengah mempersiapkan langkah dan sistem serta lainnya untuk menjalankan amanat baru yakni PPP. Sebelumnya hanya melakukan penjaminan terhadap perbankan,” ujarnya saat melakukan kunjungan di Pontianak, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (15/11).

Ia menjelaskan bahwa penyelenggaraan PPP oleh LPS bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi atau PA yang dicabut izin usahanya.

Setiap PA yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan tertentu menjadi peserta PPP. Di mana persyaratan tingkat kesehatan tersebut ditentukan melalui koordinasi OJK dan LPS.

Baca juga:  Dosen Universitas Dhyana Pura, Lulus Program Doktor Pariwisata Unud Dengan Voluntourism

Sementara untuk mekanisme polis yang dijamin oleh LPS menurut UU P2SK adalah melalui pengalihan portofolio polis atau pengembalian hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dengan batas maksimal penjaminan polis yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). “Amanah baru ini efektif mulai Januari 2028 atau lima tahun sejak UU P2SK diundangkan,” papar dia.

Ia menambahkan, sejalan dengan penetapan UU P2SK, LPS telah melakukan penyesuaian struktur organisasi untuk menjalankan amanat baru yang ditetapkan dalam UU P2SK, salah satunya dengan penambahan Direktorat untuk pelaksanaan PPP.

Hingga saat ini, LPS secara intensif terus mempersiapkan berbagai hal untuk persiapan PPP, mulai dari pemenuhan SDM PPP secara bertahap, penyusunan proses bisnis, penyusunan perangkat tata kelola, serta penyusunan berbagai peraturan terkait termasuk antara lain Peraturan Pemerintah, Peraturan LPS, dan Peraturan Dewan Komisioner. “Pada 2025, persiapan akan difokuskan pada pengembangan IT, penguatan SDM dan penyelesaian peraturan teknis terkait PPP,” ucap dia.

Baca juga:  Prestasi Akademik dalam Revolusi Industri 4.0

Untuk inovasi, saat ini pihaknya terus gencar melakukan dalam rangka menjaga kepercayaan nasabah pada industri perbankan. Salah satunya yaitu dengan melakukan percepatan pembayaran klaim simpanan nasabah bank yang dilikuidasi.

“Tim LPS bergerak cepat membayar klaim penjaminan sehingga pembayaran tahap pertama rata-rata sudah dilakukan dalam 5 hari kerja sejak bank dicabut izin usahanya,” jelas dia.

Berdasarkan data LPS, rata-rata waktu pembayaran klaim penjaminan simpanan dari tahun ke tahun semakin cepat. Sebagai gambaran, proses pembayaran klaim penjaminan nasabah pada 2020 untuk BPR yang dilikuidasi rata-rata membutuhkan waktu sekitar 14 hari kerja untuk tahap pertama, namun sekarang pada 2024 rata-rata hanya membutuhkan 5 hari kerja saja.

Baca juga:  Garuda dan Dua Lembaga Ini Deklarasikan Komitmen Anti Narkoba-Hoax

Dalam kesempatan tersebut, dia juga memaparkan mengenai Single Customer View (SCV) atau informasi menyeluruh terkait simpanan dan pinjaman setiap nasabah pada bank, serta nilai simpanan yang dapat dijamin sesuai dengan ketentuan program penjaminan simpanan.

“Tanpa sistem SCV, akan sulit bagi LPS untuk mempercepat pembayaran klaim penjaminan sesuai dengan standar internasional. Apalagi jika bank yang dilikuidasi adalah bank skala menengah atau bank besar yang memiliki ratusan ribu atau bahkan jutaan rekening simpanan,” kata dia. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *