Dua Paslon Pilkada Badung hadir dalam Debat Publik ketiga yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Badung, Jumat (22/11) malam. (BP/par)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Wacana menyetarakan insentif bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) memicu perdebatan sengit dalam Debat Publik ketiga yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Badung. Acara yang digelar di Seminyak, Badung pada Jumat (22/11) ini mempertemukan pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Badung, I Wayan Suyasa dan I Putu Alit Yandinata (Suyadinata) dan Paslon Bupati dan Wakil Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa dan I Bagus Alit Sucipta (Adicipta).

Wacana penyetaraan insentif menjadi salah satu topik panas. Perdebatan sengit berawal dari paslon nomor urut 2, Adi Arnawa menpertanyakan pernyataan Wayan Suyasa di sejumlah kesempatan terkait penyetaraan insentif ASN dan PPPK.

Keraguan paslon Adicipta ini pun ditanggapi Paslon Suyadinata. Suyasa mengemukakan gagasan menyetarakan insentif ASN dan PPPK dengan dasar Pendapatan Asli Daerah (PAD) Badung yang besar.

Suyasa menilai, PPPK memiliki peran signifikan dalam mendukung kinerja pemerintah, meskipun statusnya berbeda dengan ASN. “PPPK juga bagian dari ASN, dan mereka berkontribusi besar dalam melayani masyarakat Badung. Walaupun belum ada regulasi yang memastikan hak pensiun bagi PPPK, kami ingin memastikan insentif mereka setara dengan ASN yang memiliki golongan sama, sehingga bisa meningkatkan kinerja secara keseluruhan,” ujarnya.

Baca juga:  Bawaslu Bangli Pertanyakan Baliho Paslon Pilkada Bali Dipasang di Depan Kantornya

Wayan Suyasa yang merupakan Paslon nomor urut 1 menambahkan, dengan PAD Badung yang tinggi, penyetaraan insentif dianggap memungkinkan tanpa membebani anggaran daerah. “Jika insentif ASN mencapai Rp7 juta, maka PPPK seharusnya tidak terlalu jauh berbeda. Kita perlu memperhatikan kesejahteraan mereka demi pelayanan publik yang optimal,” tegasnya.

Namun, pernyataan tersebut langsung disanggah oleh Wayan Adi Arnawa. Sebagai mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Badung, Arnawa menyebutkan bahwa wacana tersebut bertentangan dengan regulasi keuangan yang berlaku. “Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah membatasi belanja pegawai maksimal 30 persen dari total APBD. Saat ini, belanja pegawai di Badung sudah mencapai 26 persen, belum termasuk PPPK. Jika insentif PPPK dinaikkan, angkanya bisa melampaui batas yang diperbolehkan,” jelasnya.

Baca juga:  Presiden Panggil Menhan Prabowo ke Istana

Arnawa juga mengingatkan penyusunan kebijakan harus didasarkan pada aturan yang berlaku. “Jangan mudah menjanjikan sesuatu yang bertentangan dengan regulasi. Kita harus realistis. Saya setuju bahwa insentif penting untuk meningkatkan kinerja pegawai, tapi harus dilakukan secara bertahap dan sesuai aturan,” tambahnya.

Suyasa tidak tinggal diam dan menanggapi pernyataan Adi Arnawa dengan mengakui bahwa dirinya memahami kompleksitas pengelolaan anggaran. Namun, ia menegaskan bahwa sebagai kepala daerah, kebijakan inovatif tetap dapat dilakukan.

“Pak Adi memang berpengalaman di birokrasi, tapi kami sebagai pemimpin memiliki visi untuk membuat kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan ASN dan PPPK. Dengan regulasi yang ada, kami akan berupaya mencari celah untuk merealisasikan hal ini tanpa melanggar aturan,” jawab Suyasa.

Perdebatan semakin sengit ketika masing-masing paslon membela argumennya dengan fakta dan data. Arnawa menyoroti pentingnya kebijakan yang tidak hanya populis, tetapi juga sesuai dengan tata kelola keuangan yang sehat. “Kita tidak bisa hanya mengejar popularitas dengan membuat janji tanpa mempertimbangkan dampaknya. Yang paling penting adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan pegawai tanpa mengorbankan stabilitas anggaran,” tegasnya.

Baca juga:  KPU Badung Optimis Partisipasi Pemilih Capai 90 Persen

Di sisi lain, Suyasa menilai bahwa kesejahteraan pegawai, termasuk PPPK, adalah investasi untuk pelayanan publik yang lebih baik. “Kami percaya bahwa insentif yang layak akan mendorong motivasi dan profesionalitas mereka. Badung memiliki potensi besar untuk melaksanakan ini, dan kami yakin bisa merealisasikannya,” ungkapnya.

Debat tersebut menyoroti isu krusial tentang pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan pemerintahan, terutama di Kabupaten Badung yang memiliki PAD besar. Meski kedua paslon memiliki pandangan berbeda, keduanya sepakat bahwa kesejahteraan pegawai adalah faktor penting dalam menciptakan pemerintahan yang profesional dan berorientasi pada pelayanan publik.

Acara debat ketiga ini menjadi ajang adu gagasan terakhir dalam masa kampanye yang akan memasuki masa tenang pada 24 November 2024. Hasil dari debat publik ini diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi pemilih menjelang pemilihan kepala daerah mendatang. (Parwata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *