I Gusti Agung Prama Yoga. (BP/Istimewa)

Oleh I Gusti Agung Prama Yoga

Bali kini menjadi salah satu tujuan wisata paling diminati di dunia karena menawarkan pengalaman wisata yang lengkap dan unik, mulai dari alam, budaya, hingga layanan wisata yang lengkap. Perpaduan keindahan alam, kekayaan tradisi, dan keramahan masyarakat menjadi nilai jual yang sulit terbantahkan.

Perlahan namun pasti, seiring perkembangan zaman, majunya teknologi, dan berbaurnya kultur budaya wisatawan asing yang berkunjung ke Bali, memberikan pengaruh terhadap budaya asli bali. Hal ini berdampak besar pada cara hidup masyarakat dan cara menjalankan tradisi.

Pada masa lalu, masyarakat Bali sangat memegang teguh nilai-nilai tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Adat dan ritual keagamaan dilaksanakan dengan sangat sakral, penuh makna mendalam.

Upacara seperti Ngaben, Malasti, dan Galungan dijalankan tanpa banyak perubahan dan umumnya bergantung pada elemen alam. Namun, beberapa ritual kini dilakukan lebih sederhana karena keterbatasan waktu atau biaya, terutama karena semakin banyak generasi muda Bali yang bekerja di luar daerah.

Baca juga:  Bhisama Kawasan Suci Pura: Quo Vadis PHDI?

Bahasa Bali dulu digunakan dalam komunikasi sehari-hari, sementara sastra seperti lontar yang berisi cerita tradisional dan ajaran agama Hindu menjadi bagian penting dalam kehidupan. Namun, saat ini lebih banyak anak muda yang merasa lebih nyaman menggunakan bahasa Indonesia atau bahkan bahasa asing.

Penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa asing yang lebih dominan di sekolah dan lingkungan kerja membuat bahasa Bali terancam punah. Jika kita perhatikan, Bali memang semakin berkembang dengan banyaknya proyek pembangunan seperti hotel, vila, dan fasilitas lainnya untuk menunjang sektor pariwisata.

Namun urbanisasi ini juga membuat masyarakat pedesaan Bali beralih profesi dari petani menjadi pekerja di sektor pariwisata, sehingga ada pergeseran dari kehidupan agraris yang penuh dengan nilai-nilai tradisional. Sebelum pariwisata berkembang, desa-desa di Bali cenderung lebih tertutup dan jarang berinteraksi dengan orang luar.

Baca juga:  Kampanye Sehat dan Memikat

Kini, banyak tradisi dan kegiatan adat yang diadaptasi atau dikemas agar menarik bagi wisatawan. Hal ini memang membantu mengenalkan budaya Bali ke dunia, namun juga menimbulkan tantangan untuk menjaga keaslian budaya tersebut.

Dalam upaya memenuhi permintaan turis, sering kali budaya Bali diadaptasi atau dikomersialisasi, yang mengurangi makna sakral dari berbagai tradisi. Beberapa ritual adat yang seharusnya sakral menjadi atraksi turis dan kehilangan nilai spiritualnya.

Budaya Bali saat ini adalah hasil dari perpaduan antara tradisi lama dan kebutuhan zaman modern. Walaupun globalisasi dan pariwisata membawa banyak perubahan, penting bagi masyarakat Bali untuk tetap mempertahankan nilai-nilai adat dan agama yang menjadi identitas asli, karena identitas inilah yang membuat budaya Bali tetap unik dan bertahan, bahkan di tengah arus perubahan zaman.

Ke depan, tantangan menjaga tradisi Bali tentu akan lebih sulit dan berat. Selain akulturasi budaya makin kuat, persaingan sektor ekonomi membuat banyak generasi muda tak punya cukup waktu mengawal budayanya. Kondisi ini akan terus berlanjut terlebih daya saing generasi muda Bali tak terbangun. Untuk itu, mengawal keberlanjutan budaya Bali ditengah modernisasi diperlukan sinergi dan pendekatan yang totalitas terhadap pengawalan peradaban Bali.

Baca juga:  Ibu, Sang ’’Wonder Women’’

Di tengah makin derasnya arus globalisasi dan makin tingginya ‘’intervensi‘’ teknologi terhadap kehidupan, menjaga Bali tetap harus menjadi program strategis. Masyarakat Bali sebagai pendukung budaya Bali harus dibangun dengan pendekatan yang lebih jelas, baik menyangkut ketahanan ekonominya termasuk dalam membangun daya saing SDM krama Bali. Mentalitas positif dengan tetap memandang budaya sebagai visi kehidupan di Bali harus terus dibangun. Menjaga keberlanjutan budaya Bali Ini tentu  harus menjadi kepedulian pemimpin Bali dengan penjabaran  program yang jelas dan terukur.

Penulis, Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Udayana

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *