JAKARTA, BALIPOST.com – Program mandatori biodiesel 40 persen (B40) tetap diimplementasikan mulai 1 Januari 2025. Demikian dipastikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Ia mengatakan, saat ini pemerintah sudah sepakat untuk menambah volume produksi sawit nasional untuk kuota B40. “Untuk biodiesel B40, kami berkomitmen untuk memulai pada Januari, tanggal 1, dan kami sudah memutuskan penambahan volume untuk kuota dan saya pikir dengan kondisi sekarang, BPDPKS dapat membiayai gap yang disebabkan harga CPO (Crude Palm Oil) dan gas oil,” kata Airlangga dalam konferensi pers 12th Ministerial Meeting of Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (29/11).
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perladangan dan Komoditi Malaysia YB Datuk Seri Johari Abdul Ghani mengapresiasi program B40 Indonesia karena program itu dapat berkontribusi menekan angka emisi karbon global.
“Dalam program B35, kita menghemat sekitar 32 juta ton CO2, dan kalau untuk B40 itu lebih dari 40 juta ton CO2 dan ini adalah kontribusi konkrit Indonesia kepada seluruh dunia,” terang Airlangga.
Menteri Perladangan dan Komoditi Malaysia YB Datuk Seri Johari Abdul Ghani menilai, minyak kelapa sawit (CPO) akan selalu menjadi komoditas yang dibutuhkan di dunia.
Maka dari itu, Indonesia dan Malaysia sebagai produsen utama CPO mempunyai peranan penting untuk memastikan industri kelapa sawit yang lebih berkelanjutan.
“Produksi biodiesel ini mesti diterima oleh dunia melalui kelapa sawit, karena biodiesel telah menghemat banyak emisi karbon yang berlaku dalam sektor tenaga,” ujarnya.
Adapun Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurachman telah menyampaikan bahwa program mandatori biodiesel terbukti dapat menjaga stabilitas harga minyak kelapa sawit sekaligus mendukung program hilirisasi Pemerintah.
Sebab menurut Eddy, hal ini merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan pasar CPO di dalam negeri. Pasalnya, penerapan B40 ini akan menyedot banyak penggunaan CPO sebagai bahan dasar bahan bakar mineral (BBM).
“Dengan begitu besarnya jumlah serapan CPO maupun produk-produk derivatifnya untuk feedstock atau bahan baku dari biodiesel, maka ini dapat dijadikan sebagai tools atau sebagai instrumen untuk menjaga stabilitas harga CPO khususnya harga CPO di dalam negeri,” kata Eddy pada Kamis lalu (21/11). (Kmb/Balipost)