Kolintang. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kolintang yang merupakan alat musik pukul asal Minahasa, Sulawesi Utara, secara resmi diakui sebagai bagian dari “Representative List Of the Intangible Cultural Heritage of Humanity” oleh UNESCO.

Pengumuman Kolintang jadi warisan budaya tak benda ini dilakukan pada Kamis (5/12) pukul 22.00 WIB, dalam sidang ke-19 the Intergovernmental Committee of the Intangible Cultural Heritage di Paraguay.

Apa itu Kolintang?

Melansir dari Wikipedia, Kolintang adalah alat musik pukul asal Minahasa yang terbuat dari bilah-bilah bambu yang dipasang diatas bak kayu dan dipukul menggunakan pemukul berupa stik. Kolintang biasanya dimainkan bersama-sama dengan beberapa alat musik lain. Kolintang dimainkan untuk mengiringi upacara adat, tari, menyanyi dan bermusik.

Baca juga:  Ini, Enam Warisan Budaya Denpasar Diusulkan ke UNESCO

Kayu yang digunakan dalam pembuatan kolintang adalah kayu lokal yang ringan namun kuat seperti kayu telur, kayu wenuang, kayu cempaka, kayu waru, dan kayu lain yang memiliki konstruksi serat paralel.

Nama kolintang sendiri berasal dari bunyi “tong” untuk nada rendah, “ting” untuk nada tinggi dan “tang” untuk nada tengah. Orang minahasa zaman dulu selalu mengatakan “mari kita ber-tong-ting-tang” atau dalam bahasa Minahasa “Maimo Kumolintang” jika ingin mengajak bermain kolintang.

Dari kebiasaan tersebut, muncullah istilah kolintang.

Cerita Rakyat

Ada suatu cerita rakyat yang menceritakan mengenai asal-usul ditemukannya kolintang. Dahulu kala ada sebuah desa indah yang bernama To Un Rano, namun sekarang dikenal dengan Tondano.

Baca juga:  Tumpek Landep Dijadikan Hari Pusaka

Di desa tersebut terdapat seorang gadis yang sangat cantik hingga dikenal di seluruh pelosok desa. Karena kecantikannya tersebut, banyak pemuda yang jatuh hati kepadanya. Si gadis, Lintang, pandai bernyanyi serta memiliki suara yang sangat merdu.

Pada suatu hari, ada sebuah pesta muda-mudi yang diselenggarakan di To Un Rano. Di pesta tersebut, muncullah Makasiga, seorang pemuda gagah nan tampan, yang memiliki bakat di bidang ukiran. Makasiga meminang Lintang, yang akan diterima oleh Lintang jika Makasiga dapat memenuhi satu syarat, yaitu Makasiga harus alat musik dengan bunyi lebih merdu dari seruling emas.

Makasiga yang mendengar hal tersebut mulai berkelana keluar masuk hutan untuk mencari alat musik tersebut. Dan dimana ketika malam tiba dan hawa semakin dingin, dia membelah kayu-kayu dan dijemur untuk menghangatkan badannya. Setelah kering, belahan kayu tersebut diambil satu per satu dan dilemparkan ke tempat lain. Saat itulah terdengar bunyi nyari yang merdu. Dilansir dari Indonesia Kaya.

Baca juga:  Empat Budaya Karangasem Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Nasional 

Kolintang masih dimainkan hingga saat ini. Alat musik ini mengalami perkembangan yang signifikan dan relevan di era modern ini. Kolintang masih sering dimainkan dalam upacara adat, pertunjukan seni, dan bahkan dalam panggung internasional. Salah satunya adalah di Kolintang Expo 2024 yang diadakan pada 29-30 November 2024. (Cahya Dwipayanti/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *