Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (tengah) bersama Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kedua kiri), Deputi Gubernur Aida S. Budiman (kiri), Juda Agung (kedua kanan) dan Filianingsih Hendarta (kanan) bersiap menyampaikan keterangan pers terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Rabu (20/11/2024). RDG BI pada 19-20 November 2024Êmemutuskan untuk mempertahankan BI-rate sebesar 6,00 persen, suku bunga deposit facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 6,75 persen. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Ketidakpastian pasar keuangan global semakin meningkat disertai dengan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Hal itu dikatakan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

Rencana kebijakan perdagangan di Amerika Serikat (AS) melalui kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara yang lebih luas telah menyebabkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.

“Perkembangan ini yang disertai dengan eskalasi ketegangan geopolitik di sejumlah wilayah dunia mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 mendatang diperkirakan akan melambat menjadi 3,1 persen dari perkiraan sebesar 3,2 persen pada tahun 2024,” kata Perry dalam dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Desember 2024 yang diselenggarakan di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (18/12).

Baca juga:  Bendum Dijadikan Tersangka Korupsi, LPBNU Beri Bantuan Hukum

Ia menambahkan, inflasi dunia juga akan meningkat dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya, dipengaruhi oleh gangguan rantai pasok suplai dunia.

Di Amerika Serikat penurunan Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan akan lebih lambat akibat inflasi yang lebih tinggi tersebut.

Sementara itu, kebijakan fiskal Amerika Serikat yang lebih ekspansif mendorong imbal hasil atau yield US Treasury tetap tinggi baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang.

Baca juga:  Putus Penyebaran DBD, Pemkot Denpasar Gencar Lakukan Pembasmian Jentik

Penguatan mata uang dolar Amerika Serikat secara luas terus berlanjut, disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke Amerika Serikat.

Hal ini meningkatkan tekanan, pelemahan berbagai mata uang dunia, dan menahan aliran masuk portofolio asing ke negara-negara berkembang.

Perkembangan ekonomi global yang diikuti dengan semakin meningkatnya dan ketidakpastian pasar keuangan global tersebut memerlukan respon kebijakan yang lebih kuat untuk memitigasi dampak negatifnya terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. (Kmb/Balipost)

Baca juga:  Persaingan Semakin Ketat, Orderan Perajin Souvenir Turun 50 Persen

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *