![Ngurah Weda Sahadewa](https://www.balipost.com/wp-content/uploads/2021/04/balipostcom_taksu-ekonomi_01-696x464.jpg)
Oleh Sahadewa
Bila disimak sejarah perkembangan kebudayaan di Pulau Dewata atau Bali, hampir setiap pembaca sejarah diarahkan pada ditemukannya berbagai jenis ataupun ragam peninggalan yang ditemukan di bagian Bali Barat tepatnya Gilimanuk. Jika dijadikan sebagai sebuah peninggalan maka tinggalannya berupa jenis ataupun ragam yang terlihat sebagai barang ataupun sesuatu yang sederhana saja. Kalau dijadikan sebagai dasar dari permulaan adanya budaya di Bali maka itu dikatakan sebagai satu dari kemungkinan lain permulaan tempat berkembangnya sesuatu budaya dan inilah salah satu perkiraan yang memunculkan berbagai kemungkinan dugaan atas dari mana sebenarnya orang-orang di waktu itu berdatangan ke sana.
Kenapa pula jika ada pertanyaan tentang temuan arkeologis tidak mungkin langsung terjawab jika belum ke lapangan dan mengapa pula jika sejarah tidak mungkin tidak kecuali terbukti harus ada kenyataan faktawi atas apa yang terjadi sehingga ini menuntun kita untuk mampu menemukan atas apa sesungguhnya kebenaran ilmiah segala itu yang sungguh-sungguh sebagai bukti ilmiah. Pada kesempatan ini, tulisan atau pun artikel kali ini digunakan oleh penulis untuk menuntun diri atas segala kemungkinan yang pasti terjadi sekalipun itu adalah kemungkinan akan tetapi, pasti terjadi adalah ketepatan untuk memutuskan atas dasar ketentuan. Ketentuan ilmiah tertentu yang menunjukkan jika budaya sebetulnya belum tentu betul jika ditemukan adanya rekayasa budaya.
Kebudayaan dengan budayanya sudah pasti meninggalkan suatu ingatan. Inilah sebenarnya umum dijalani oleh siapapun yang menjalani kebudayaan tersebut lengkap dengan segala perangkat dan perlengkapan budayanya itu. Teknik dalam budaya dengan kebudayaan yang khusus tentunya dapat digambarkan dengan mudah jika memang masyarakatnya sarat dengan karya. Dengan demikian semakin nyata pengukuran yang dilakukan terhadap kemasyarakatan yang sebenarnya secara diam-diam sudah mengimplementasikan budaya teknik.
Budaya teknik tidak dapat didefinisikan secara serampangan dalam arti terbatas dan ekslusif melainkan dapat disederhanakan ke dalam konteks dan aktualitas sehari-hari asalkan memenuhi kategori bahwa budaya teknik itu tidak mengatur secara fanatik atas pola hidup masyarakat. Budaya teknik itu justru memberikan pencerahan tertentu dan tersendiri agar rasionalitas masyarakat terus dikembangkan secara tidak langsung dari perbuatan teknis sehari-harinya itu. Itu sebagai bentuk kesadaran khusus untuk dapat menemukan ringkasan tertentu atas kemunculan rasionalitas di dalam pengalaman.
Kekuatan budaya salah satunya terletak pada teknik. Tekniklah sebagai pelengkap penting dalam menentukan arah gerak ke mana langkah dari budaya. Untuk itulah tidak mungkin ada budaya tanpa ada teknik. Untuk urusan teknologi pun pasti memerlukan pemikiran atau pun konsep yang lebih matang lagi. Bila dirunut lagi, maka akan muncul tentang bagaimana teknik sebagai sebuah budaya mampu dijadikan untuk memimpin ke arah mana pemerolehan penghasilan dalam bentuk-bentuk kehidupan. Penghasilan di sini bukan semata-mata soal uang melainkan tingkat produktivitas ataupun bahkan kualitas. Ini berarti kemampuan budaya dan teknik dalam kemasyarakatan dapat menciptakan suatu bentuk tatanan peindustrian tersendiri. Inilah yang sekiranya belum terpikirkan sebenarnya sudah terjadi namun kurang dalam pengevaluasian terkait dengan masa depannya.
Pada umumnya masyarakat dengan budaya teknik sehingga terbentuk suatu kemasyarakatan tertentu dan tersendiri sudah pasti menandakan adanya manajemen yang tersembunyi dan oleh karena itu dengan pengembangan ini kiranya pengevaluasian sebagai salah satu bentuk pengembangan tidak mematikan melainkan sebaliknya menghidupkan apa yang sudah dimiliki untuk diperkaya. Pengayaan tersebut tidak berarti untuk mundur ke belakang melainkan guna menguji sebetulnya apakah kemasyarakatan dan budaya teknik yang ada didalamnya itu menjadi sebuah potensi ataupun sebaliknya. Inilah sebagai salah satu bentuk pengayaan yang substantif sehingga pengayaan yang dilakukan bukan sebatas semangat “lipstik” ataupun di permukaan semata.
Seterusnya dapat dikatakan sebagai berikut bahwa jika sesuatu yang disebut budaya teknik itu telah ditemukan bahkan teridentifikasikan secara kritis maka yang terjadi tidak lain dari upaya lebih lanjut jika itu memang diharapkan. Kehidupan teknis dinyatakan dengan budaya teknik namun sesungguhnya kemasyarakatan dapat terintegrasi. Terintegrasi dalam pengertian bahwa tidak ada kebudayaan tanpa budaya dan tidak ada budaya tanpa aspek teknis tertentu dan tersendiri secara berkemandirian sehingga diperlukan bahwa kemasyarakatan dan budaya teknik mestinya tidak terpisahkan namun dapat dipilahkan secara cerdas dan berkesinambungan sehingga tidak terjebak dalam melulu normatif.
Penulis, Dosen Fakultas Filsafat UGM