Oleh Prof. Dr. IB Raka Suardana
Berdasarkan informasi dari Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara (DJPb) Bali, Muhamad Mufti Arkan, pada tahun 2024 Provinsi Bali menyumbangkan Rp19,89 triliun kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Meski kontribusi tersebut signifikan, kucuran dana yang diterima Bali dari pemerintah pusat jauh lebih besar, yakni sebesar Rp23,6 triliun. Hal ini mencerminkan besarnya perhatian pemerintah pusat terhadap Bali sebagai wilayah strategis dengan peran vital dalam mendukung perekonomian nasional, khususnya melalui sektor pariwisata.
Sebagai destinasi wisata unggulan Indonesia, pariwisata Bali menjadi penggerak utama ekonomi daerah. Pada tahun 2024, devisa yang dihasilkan sektor ini diperkirakan mencapai Rp80 triliun. Devisa tersebut berasal dari pengeluaran wisatawan mancanegara dan domestik selama berkunjung, termasuk untuk akomodasi, makanan dan minuman, transportasi, belanja, serta hiburan. Meskipun jumlahnya sangat besar, devisa ini tidak langsung berkontribusi kepada pendapatan pemerintah yang masuk ke APBN.
Devisa yang dihasilkan lebih banyak dinikmati oleh pelaku sektor pariwisata seperti pemilik hotel, restoran, agen perjalanan, pemandu wisata, serta masyarakat umum lainnya. Misalnya, wisatawan yang menginap di hotel berbintang akan menyumbang pendapatan langsung kepada pemilik hotel dan stafnya. Demikian pula, pembelian makanan di restoran lokal dan oleh-oleh dari pedagang tradisional akan memberikan penghasilan langsung kepada masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat ekonomi dari pariwisata terutama dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat Bali.
Efek pengganda (multiplier effect) dari perolehan devisa pariwisata memberikan dampak yang luas pada perekonomian Bali. Pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha akan berputar kembali ke dalam ekonomi lokal melalui pembayaran gaji, pembelian bahan baku lokal, serta investasi dalam pengembangan usaha. Sebagai contoh, seorang pemilik restoran yang menerima pendapatan dari wisatawan akan menggunakan sebagian penghasilannya untuk membeli bahan makanan dari petani lokal, membayar staf, atau memperbaiki fasilitas restorannya.
Efek pengganda ini tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat secara langsung, tetapi juga mendorong sektor-sektor ekonomi lainnya, seperti ritel, transportasi, dan konstruksi. Peningkatan aktivitas ekonomi ini turut mempercepat pertumbuhan ekonomi Bali, yang pada tahun 2024 diproyeksikan mengalami kenaikan signifikan. Dengan demikian, devisa dari pariwisata menjadi motor penggerak utama dalam memperkuat daya tahan ekonomi daerah.
Namun, ketergantungan pada sektor pariwisata memunculkan tantangan tersendiri bagi Bali. Pengelolaan sektor ini harus dilakukan secara hati-hati agar manfaat ekonomi yang dihasilkan dapat dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat Bali. Selain itu, pemerintah daerah dan pusat perlu bersinergi untuk menciptakan kebijakan yang mendorong pemerataan manfaat pariwisata, misalnya melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta pelatihan tenaga kerja lokal.
Di sisi lain, perlindungan terhadap lingkungan dan budaya Bali harus menjadi prioritas utama. Peningkatan jumlah wisatawan yang tidak terkendali dapat merusak keindahan alam dan keunikan budaya yang menjadi daya tarik utama Bali. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata berkelanjutan yang berbasis pada prinsip konservasi lingkungan dan pelestarian budaya harus terus didorong.
Dengan manajemen yang terarah, devisa yang dihasilkan pariwisata dapat menjadi alat untuk mempercepat pembangunan, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bali tetap menjadi kontributor penting bagi perekonomian nasional sekaligus model pengelolaan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan. Kucuran dana dari pemerintah pusat yang lebih besar dibandingkan kontribusi Bali ke APBN mencerminkan dukungan kuat terhadap keberlanjutan pembangunan di daerah ini. Dukungan tersebut diharapkan mampu memperkuat posisi Bali sebagai destinasi wisata dunia yang tidak hanya berkontribusi bagi perekonomian nasional tetapi juga menjadi teladan dalam pengelolaan pariwisata yang berorientasi pada keseimbangan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Dengan demikian, Bali dapat terus menjadi ikon kebanggaan Indonesia di panggung global.
Penulis, Dekan FEB Undiknas Denpasar