Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra berikan keterangan kepada wartawan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (10/12/2024). (BP/Dokumen Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ketentuan Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau “presidential threshold” karena dipandang bertentangan dengan UUD 1945 dihormati oleh pemerintah. Bahkan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, Jumat (3/1) menyatakan bahwa putusan tersebut bersifat final dan mengikat.

Menko Yusril dalam rilisnya menyatakan, pemerintah menghormari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ketentuan Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

Baca juga:  Menko Yusril Sebut Presiden Ingin Pemindahan Anggota "Bali Nine" Sebelum Natal

Sebelum dibatalkan, ketentuan Pasal 222 UU Pemilu mensyaratkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden harus didukung oleh sekurang-kurangnya 20 persen kursi parpol atau gabungan parpol di DPR RI, atau minimal 25 persen suara sah nasional parpol atau gabungan parpol berdasarkan hasil pemilu lima tahun sebelumnya.

Dengan pembatalan itu, maka setiap parpol peserta pemilu mendatang, berhak mencalonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tanpa ambang batas lagi.
“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” kata Yusril.

Baca juga:  BRI Journalist Bootcamp 2023, Wujud Kolaborasi "Memberi Makna Indonesia"

Dia mengatakan, semua pihak, termasuk pemerintah terikat dengan putusan MK tersebut tanpa dapat melakukan upaya hukum apapun. Pemerintah menyadari bahwa permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu itu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir ini dikabulkan.

Yusril menyebut, pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu itu dibanding putusan-putusan sebelumnya. “Namun apapun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis. MK berwenang menguji norma undang-undang dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Yusril.

Baca juga:  Megawati Dinilai Tak Tepat Sampaikan Surat Amicus Curiae, Ini Tanggapan PDIP

Menko Yusril menambahkan, pemerintah secara internal akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres tahun 2029. “Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan Presidential Threshold, maka pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR,” ujar Yusril. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *