Oleh Yusuf Wicaksono H
QRIS (baca Kris, bukan Kyu Ris) kepanjangan dari Quick Response Code Indonesia Standard telah membawa perubahan yang signifikan dalam cara bertransaksi. Sebagai standar nasional pembayaran berbasis kode QR, QRIS hadir untuk mempermudah transaksi, memperkuat inklusi keuangan, dan mendukung digitalisasi ekonomi di berbagai daerah, termasuk Bali.
Memasuki tahun 2025 sudah seharusnya menjadi momentum untuk semakin optimis, mengingat prestasi Bali dalam implementasi QRIS pada tahun 2024 yang sangat membanggakan.
Penghargaan sebagai Provinsi dengan implementasi QRIS terbaik diberikan pada acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI 2024) yang berlangsung tanggal 29 November 2024 di Kantor Pusat Bank Indonesia Jakarta, menunjukkan bahwa Bali telah berada di jalur yang tepat dalam mendukung transformasi digital dan inklusi keuangan. Semangat ini harus terus dijaga dan ditingkatkan agar Bali semakin maju di era digital. Tentu saja prestasi ini cukup membanggakan bagi kita masyarakat Bali. Akan tetapi seberapa jauh kita paham akan QRIS? Mari kita bahas lebih lanjut.
BI sebagai otoritas sistem pembayaran, memandang QRIS sebagai langkah strategis untuk mendorong ekonomi digital dan inklusi keuangan. Sejak peluncurannya, adopsi QRIS oleh masyarakat terus meningkat dengan pesat, terutama sejak pandemi Covid-19 yang tidak memungkinkan kita untuk bertransaksi secara tatap muka, sehingga transaksi secara online makin marak. Sampai dengan November 2024, secara Nasional tercatat sebanyak 55,02 juta pengguna QRIS.
Bagaimana dengan Bali? Pengguna QRIS di Bali tumbuh sangat cepat, sampai dengan bulan November 2024 telah tumbuh sekitar 14 persen dibanding tahun lalu (yoy) atau tercatat sebanyak 1,08 juta pengguna. Bahkan volume transaksi menggunakan QRIS mencapai 8,55 juta transaksi atau tumbuh 86 persen (yoy). Kondisi ini memperlihatkan bahwa telah terjadi transformasi digital di Bali dan menjadikan Bali layak untuk menerima penghargaan sebagai provinsi dengan implementasi QRIS terbaik.
Prestasi tersebut tentu saja bukan buah kerja dari satu pihak saja, tapi merupakan hasil dari sinergi banyak pihak, mulai dari PJSP yang terdiri dari perbankan dan non-perbankan, pemerintah daerah baik tingkat provinsi maupun Kabupaten/kota dan Bank Indonesia. Sinergi antar berbagai pihak tersebut dilakukan melalui berbagai event kegiatan yang diselenggarakan baik oleh PJSP sendiri atau berkolaborasi dengan Bank Indonesia ataupun pemerintah daerah.
Manfaat penggunaan QRIS bisa dirasakan oleh berbagai pihak, baik bagi konsumen, pedagang, pemerintah maupun PJSP. Bagi konsumen, QRIS memberikan banyak manfaat, antara lain: memudahkan dan mempercepat pembayaran tanpa perlu membawa uang tunai yang membutuhkan dompet untuk menyimpannya dan lainnya. Sementara manfaat bagi pedagang antara lain efisiensi operasional, hanya perlu menyediakan satu kode QR untuk berbagai aplikasi pembayaran, memperluas basis pelanggan khususnya dalam menjaring konsumen dari generasi muda, dan memperluas pangsa pasar karena memungkinkan untuk penjualan secara online. Bahkan saat ini dengan keberadaan QRIS cross border, turis dari Singapura, Malaysia dan Thailand bisa bertransaksi menggunakan QR melalui aplikasi mobile banking dari negaranya.
Selain manfaat di atas, QRIS juga mengurangi risiko kesalahan perhitungan atau pencurian, memudahkan pencatatan pembukuan dan laporan keuangan. Selain itu QRIS juga dapat memperluas pangsa pasar, dengan makin banyaknya pedagang yang berjualan di lapak digital, serta mendorong inovasi layanan baru berdasarkan riwayat transaksi konsumen. Saat ini sektor ritel dan UMKM merupakan sektor yang paling terlihat peningkatan penggunaan QRISnya. Tercatat bahwa dari 895 ribu merchant QRIS di Bali sebanyak 96,2 persen nya adalah UMKM, dan jika ditengok lebih dalam lagi sebanyak 55 persen nya adalah kategori mikro.
Meskipun demikian, untuk mendorong lebih banyak lagi penggunaan QRIS, terdapat beberapa tantangan antara lain: tidak meratanya akses internet dan kepemilikian smartphone di berbagai wilayah di Bali. Selain itu rendahnya tingkat literasi digital di Bali ditengah tingginya tingkat penetrasi internet menjadi tantangan tersendiri. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), tingkat penetrasi internet provinsi Bali tahun 2024 mencapai 85,5 persen, lebih tinggi dibanding nasional yang 79,5 persen. Di sisi lain, awareness masyarakat Bali terhadap risiko keamanan lebih kecil dibanding nasional, dengan indeks sebesar 2,89 untuk Bali dibanding 3,12 untuk Nasional (sumber: Kominfo).
Dengan segala potensi dan tantangan diatas, QRIS telah menjadi salah satu instrumen penting dalam mendorong transformasi ekonomi digital di Bali. Prestasi sebagai provinsi dengan implementasi QRIS terbaik di wilayah Bali Nusra adalah awal dari perjalanan panjang untuk menjadikan Bali sebagai pionir inklusi keuangan dan digitalisasi ekonomi. Sinergi yang telah terjalin antara pemerintah daerah, Bank Indonesia, PJSP, serta masyarakat perlu terus diperkuat. Dengan dukungan infrastruktur, literasi digital, dan inovasi yang berkelanjutan, diharapkan penggunaan QRIS dapat semakin merata, sehingga manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh sebagian pihak, tetapi menyentuh seluruh lapisan masyarakat Bali hingga pelosok.
Penulis, Kepala Divisi Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali