DENPASAR, BALIPOST.com – Tata kelola transportasi di Bali khususnya transportasi pariwisata karut marut. Mulai dari masalah infrastruktur, SDM hingga juga manajemennya.
Menurut Pengamat pariwisata Bali I Made Sulasa Jaya, telah terjadi pergeseran wisatawan ke Bali tidak lagi bergrup tapi free and independent traveler (FIT) sehingga urusan transportasi mencari sendiri. Mereka bisa memanfaatkan orang pribadi, online ojek, atau menyewa kendaraan sendiri.
Sedangkan dulu wisatawan ke Bali ditangani oleh travel agent baik akomodasi, transportasi dan makanannya. Perkembangan ini mesti ditanggulangi terutama dari sisi transportasi agar tak menjadi masalah berkepanjangan.
Ketua Asita Bali Putu Winastra, Selasa (7/1) mengatakan, terkait transportasi di Bali dengan tidak adanya transportasi umum khususnya untuk pariwisata, Asita Bali dikatakan telah lama mengusulkan kepada pemerintah dan akan segera audiensi dengan DPRD Bali supaya ada standarisasi transportasi pariwisata.
Selain itu aturan terkait transportasi pariwisata Bali juga harus dibuat khusus di Bali. “Harus ada yang memfiltrasi dari pemerintah di Bali itu sendiri. Jadi aturan yang ada di pusat tidak bisa diimplementasikan ke seluruh wilayah Indonesia apalagi Bali pioner pariwisata Indonesia,” ujarnya.
Sehingga menurutnya harus ada aturan khusus yang mengatur tentang transportas itu. “Karena sekarang ini masih abu -abu aturannya sehingga terjadi karut marut,” ujarnya.
Dengan pemerintahan baru, ia meminta harus ada regulasi khusus terkait transportasi pariwisata. “Apakah ada transportasi khusus pariwisata? Misalnya kalau online misalnya diberikan labeling nama perusahaannya sehingga ada tanda yang membedakan mobil bisnis dan pribadi, kalau sekarang kan campur aduk,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa ketika menjalankan usaha di Bali apalagi usaha pariwisata maka harus mengikuti aturan. “Ketika online transportasi mau berusaha juga harus mau mengikuti aturan misalnya menyediakan parkir, karena ketika menjemput tamu parkir dimana – mana, karena ini juga menyebabkan masalah di Bali yaitu kemacetan,” ujarnya.
Ketika sudah ada aturan, juga perlu adanya penegakan aturan dari pemerintah. Dengan semakin dikenalnya Bali di dunia internasional, dan interaksi antarorang dari seluruh dunia saling terhubung, maka tak dipungkiri ketika ke Bali, ia dijemput oleh kenalannya.
Maka hal ini harus ditertibkan, dengan menjadi anggota asosisasi. Dalam peraturan disebutkan pelaku usaha harus dinaungi asosiasi, “Kalau semua orang bebas, artinya berlaku hukum rimba sementara kami sendiri mengikuti aturan pemerintah, oleh karena itu pemerintah wajib menegakkan aturan melalui pengawasan, penindakan pelanggaran,” imbuhnya. (Citta Maya/Balipost)