DENPASAR, BALIPOST. com – Menjelang perayaan Tahun Baru Imlek, kue keranjang kembali menjadi salah satu sajian khas yang dicari masyarakat Tionghoa di seluruh Indonesia, termasuk di Bali. Tradisi menyajikan kue keranjang tidak hanya menjadi pelengkap perayaan, tetapi juga menjadi simbol doa dan harapan akan keberuntungan, kebersamaan, serta kehidupan yang manis di tahun baru.
Kue keranjang, yang dikenal juga sebagai nian gao, memang memiliki makna mendalam dalam tradisi Tionghoa. Dengan teksturnya yang lengket, kue keranjang melambangkan kehangatan keluarga dan harapan untuk hubungan yang erat di tahun baru.
Meskipun demikian, pantauan di beberapa pasar tradisional dan toko-toko di Denpasar, Selasa (21/1), menunjukkan penjualan kue keranjang masih belum mencapai puncaknya. Suasana di tempat-tempat yang menjual kue keranjang masih terlihat sepi pengunjung.
Salah seorang pedagang kue keranjang di kawasan Pasar Badung, Oming, menjelaskan bahwa harga kue keranjang yang dijualnya bervariasi, mulai dari Rp 35.000 untuk ukuran kecil hingga Rp 70.000 untuk ukuran terbesar. Menurutnya, kue keranjang yang dijual masih mempertahankan resep tradisional, menggunakan bahan utama seperti gula merah dan tepung ketan, tanpa banyak varian tambahan.
Pria yang akrab disapa Bapak Oming ini hanya menjual satu varian kue keranjang. “Yang paling banyak dipasok memang dari luar Bali, terutama dari Jawa, seperti Tegal,” jelasnya, Senin (20/1).
Namun, ada juga beberapa kue keranjang yang dibuat oleh perajin lokal di Bali, meskipun jumlahnya tidak sebanyak yang didatangkan dari luar. (Ni Wayan Linayani/balipost)