SINGARAJA, BALIPOST.com – Penutupan Villa yang terjadi pada beberapa pekan lalu di Kawasan Bukit Ser, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng terus bergulir. Pemilik villa sekaligus pelaku pariwisata, Nyoman Arya Astawa kembali mempertanyakan kejelasan dan kemudahan pengurusan sejumlah ijin yang ada. Pasalnya proses pembangunan yang dilakukannya itu telah sesuai dengan proses pembangunan yang ada.
Ditemui pada Selasa (21/1), Pria yang akrab disapa Mang Dauh ini mengatakan selalu pengusaha lokal, tidak ada sedikitpun niatnya untuk melanggar peraturan yang ada. Bahkan sebelum pembangunan itu dilakukan, pihaknya sudah melengkapi sejumlah berkas yang dibutuhkan. Namun hingga kini, baru NIB saja yang keluar. Sedangkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) hingga kini belum diterbitkan Pemerintah Daerah.
Atas kondisi itu, pihaknya pun mengaku mengalami kerugian tidak hanya sebatas materi. Melainkan reputasi dan jaringan yang dibangun selama ini juga mengalami hal serupa. “Secara aturan kita sudah tahu bahwa Kawasan Pemuteran itu sudah termasuk kawasan secara RTRW sudah menjadi kawasan pariwisata yang memang sudah layak untuk pengembangan,” kata Arya Astawa.
Mang Dauh ini juga menilai birokrasi perizinan di Kabupaten Buleleng sangat ribet dan harus menunggu dalam waktu yang sangat lama untuk penyelesaian pelaksanaan atau tahapan yang dilakukan, kondisi ini tentunya akan memberikan pengaruh pada investasi. Padahal pembangunan dua buah villa diatas lahan 20 Are itu disebut sudah dilakukan kajian.
“Kalau kita mau terbuka dan jujur itu dari Kawasan Lovina ke barat itu banyak sekali Vill ataupun hotel yang melanggar sempadan pantai. Bahkan ada yang berhadapan langsung dengan ombak. Sedangkan Pembangunan kami masih jauh dari sempadan pantai,”tambahnya.
Berkaitan dengan lahan lokasi pembangunan Villa, Arya Astawa menegaskan, lahan yang diperoleh tersebut dilakukan sesuai mekanisme yang dibelinya dan tidak terkait dengan permasalahan tanah negara di Kawasan Bukit Ser.
“Yang ini terpisah dari wacana selama ini. Tiang punya proyek pembangunan villa di Pemuteran, secara regulasi, kita sudah mengikuti aturan. Tanah itu jelas tanah bersertifikat hak milik yang kita beli. Itu Pun kita beli dari pihak kedua,”kata Arya Astawa.
Dihentikannya proyek pembangunan Villa itupun membuat sebanyak 25 tenaga kerja yang ada menganggur. Pasalnya, pemberhentian itupun dilakukan secara mendadak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
“Kami sudah bekerja sejak bulan september. Bahkan semua tenaga saat ini kondisinya nganggur. Bahan bangunan yang kami punya saat ini juga dalam kondisi yang tidak bisa dipakai. Semen kondisinya beku,”kata salah satu pekerja Putu Arnawa. (Yudha/Balipost)