Umat melakukan persembahyangan Siwaratri. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Umat Hindu di seluruh Indonesia akan menyambut Hari Suci Siwaratri pada Senin (27/1) malam. Siwaratri, yang dikenal sebagai “Malam Penghormatan Siwa,” memiliki makna mendalam bagi umat Hindu.

Menurut Akademisi Universitas Hindu Indonesia (Unhi), I Gusti Ketut Widana, Siwaratri adalah malam perenungan dan kesadaran spiritual untuk membebaskan diri dari kegelapan duniawi. “Siwaratri bermakna malam penghormatan Siwa. Kata ‘ratri’ berarti malam, sehingga Siwaratri adalah malam pemujaan, perenungan, dan kesadaran Siwa. Tujuannya untuk membangkitkan kesadaran spiritual umat,” ujar Widana, Rabu (22/1).

Siwaratri dilaksanakan pada malam Panglong ping 14 Sasih Kapitu, saat bulan mencapai kegelapan total. Dalam tradisi Hindu, kegelapan ini menjadi simbol belenggu duniawi, seperti nafsu, harta, keturunan, kemabukan, dan keberanian yang berlebihan.

Baca juga:  Tak Hanya Ajang Berkumpul, Dharma Shanti Nyepi Nasional 2019 akan Bahas Ini

Widana menjelaskan bahwa ritual Siwaratri bertujuan membebaskan manusia dari kegelapan ini, yang dikenal sebagai Sapta Timira atau tujuh kegelapan. Siwaratri juga menjadi momentum untuk melebur perbuatan buruk (Asubha Karma) menjadi perbuatan baik (Subha Karma).

Widana menegaskan bahwa ritual ini bukanlah cara untuk menebus dosa, melainkan kesempatan untuk meningkatkan kesadaran dan spiritualitas melalui introspeksi dan perubahan diri.

Siwaratri dilaksanakan selama 36 jam, dimulai pada malam perayaan dan berakhir pada pagi dua hari berikutnya. Dalam pelaksanaannya, umat dianjurkan menjalankan Tri Brata, yaitu:

Baca juga:  PPDB SMAN dan SMKN Dibuka 22 Juni, Tampung 45.721 Lulusan SMP

1. Upawasa (puasa), tidak makan dan minum.

2. Mono Brata (diam), merenung, dan menenangkan pikiran.

3. Jagra (tidak tidur), yang bermakna menjaga kesadaran, bukan sekadar bergadang.

Namun, Widana mengingatkan agar umat tidak memaknai ritual secara dangkal. Seperti, hanya bergadang semalam untuk “menebus dosa.” Ia menekankan bahwa jagra berarti tetap eling dan sadar terhadap diri serta tindakan.

Widana menekankan pelaksanaan Siwaratri bukan hanya soal ritual, tetapi harus membawa umat menuju aktualisasi spiritual. “Mantra dalam Siwaratri bersifat individual dan personal. Dengan menggunakan mantra-mantra yang kita gunakan dalam panca sembah pun bisa. Mulai dari persaksian, Siwa Raditya, kemudian kita memohon kepada Istadewata, setelah itu memohon penugrahan, dan ditutup dengan mantra Om Santi Santi, Santi Om supaya hidup kita damai, damai, damai,” tuturnya.

Baca juga:  Bali Belum Pernah Terapkan PSBB, Gubernur Koster Sebut Pengendalian COVID-19 Berjalan Cukup Baik

Ia juga mengingatkan bahwa dalam praktiknya, banyak umat sering kali salah memaknai ritual ini. “Beberapa umat hanya fokus pada simbolisme seperti bergadang, keluyuran, atau bahkan keramaian di pura, yang bertentangan dengan amanat Tri Brata,” tambahnya.

Melalui Siwaratri, umat Hindu diharapkan dapat memanfaatkan momentum ini untuk introspeksi dan meningkatkan spiritualitas, sehingga terbebas dari belenggu duniawi dan menuju kehidupan yang damai dan penuh kesadaran. (Cahya Dwipayanti/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *