Ketut Chandra Adinata Kusuma. (BP/Istimewa)

Oleh Ketut Chandra Adinata Kusuma

Berbagai langkah strategis ditempuh Pemerintah Republik Indonesia dalam menyiapkan generasi muda yang nantinya memiliki daya saing tinggi di dunia global. Mulai dari penyempurnaan kurikulum, upgrade kompetensi pendidik, regulasi pendidikan yang lebih relevan dengan situasi terkini, hingga infrastruktur (soft dan hard) penopang proses pendidikan terus dikebut untuk mencapai Tujuan Pendidikan Nasional.

Kebijakan pemerintahan di bidang pendidikan, di bawah komando Presiden Prabowo Subianto, yakni negara hadir untuk memberikan makan bergizi gratis pada siswa di seluruh Indonesia. Beliau beranggapan bahwa, dengan memberikan asupan makanan yang bergizi kepada generasi muda bangsa, akan membantu tumbuh kembang mereka kelak.

Selain itu, penambahan jam pelajaran olahraga per harinya di tiap satuan pendidikan juga menjadi kebijakan strategis yang disetujui oleh Presiden. Hal ini gayung bersambut antara merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak melalui gerak (olahraga) dan disuplai dengan makanan bergizi yang disediakan negara juga ada nurturant effect yakni percepatan penurunan angka stunting, kasus anak-anak dengan metabolic syndrome dapat diturunkan. Jika mereka bugar dan sehat, peluang untuk tumbuh menjadi pribadi dewasa yang produktif sangat besar. Terakhir, kebijakan dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah tentang Tujuh Kebiasaan Hebat Anak Indonesia.

Tujuh kebiasaan dimaksud antara lain Bangun Pagi, Beribadah, Berolahraga, Makan Sehat dan Bergizi, Gemar Belajar, Bermasyarakat, dan Tidur Cepat. Hal-hal inilah yang menjadi jembatan emas bagi bangsa Indonesia agar nanti menjadi “pemain” di era globalisasi, bukan sebagai “penikmat atau penonton”.

Baca juga:  Rasa Estetik

Selanjutnya kita kupas makna dari tujuh aksi hebat dimaksud. Aksi hebat pertama yakni bangun pagi. Nilai yang terkandung dalam kebiasaan bangun pagi adalah kedisiplinan. Jadi bangun pagi  bukan sekadar sebuah kebiasaan.

Tidak membedakan antara hari efektif sekolah atau libur sekolah, membiasakan anak bangun pagi adalah kewajiban. Karena tidak ada “orang hebat” yang malas. Aksi hebat kedua adalah beribadah. Kebiasaan beribadah bukan hanya tentang agama, namun juga membangun mental yang kuat, hati yang tenang, mengenal arti bersyukur. Aplikasinya adalah sedari kini ajak dan tuntun anak untuk senantiasa beribadah. Aksi hebat ketiga adalah berolahraga. Apabila orang tua, guru di sekolah, pemerintah senantiasa menerapkan dan memfasilitasi kegiatan yang bernuansa active life style maka generasi muda tidak akan susah untuk diajarkan hal ini. Kita tahu bahwa Indonesia (termasuk kategori anak-anak) dengan predikat pengguna gadget terbesar di dunia.

Jika anak lebih banyak duduk bermain gadget daripada bergerak, berarti kita sedang membiarkan mereka kehilangan kesehatan yang paling berharga. Sehingga penting untuk mengajari mereka untuk cinta pada tubuh mereka sendiri dengan olahraga. Aksi hebat keempat adalah makan sehat dan bergizi. Jika kita tetap makan “sembarang” hari ini, maka penyakit kronis (metabolic syndrome) pasti menyerang di masa depan. Edukasi harus dibarengi dengan aksi nyata tentang makanan yang sehat dan bergizi seperti selektif memilih sumber karbohidrat, mulai prioritaskan protein, cerdas memilih lemak, dan penuhi kebutuhan cairan tubuh dengan air.

Baca juga:  Bali dengan Problema Penduduk Pendatang

Aksi hebat kelima adalah gemar belajar. Anak yang pintar bukan lahir, namun dibentuk. Sehingga lingkungan yang mendukung proses belajar yang positif sangat dibutuhkan. Jangan hanya ajari mereka angka, tetapi ajari untuk mencintai proses belajar. Sebab anak yang malas belajar hari ini adalah pemuda yang menyesal di masa depan. Aksi hebat keenam adalah bermasyarakat. Ajarkan anak pentingnya berteman, berbagi, dan bekerja sama. Dorong anak untuk berinteraksi di luar rumah, sehingga mereka merasakan pengalaman nyata tentang arti interaksi. Aksi hebat ketujuh adalah tidur cepat. Jika terus begadang (melewati jam 10 malam) akan merusak metabolisme tubuh, menurunkan fungsi otak, maupun mengganggu kerja organ lainnya.

Malam hari adalah waktunya organ (sel) kita untuk melakukan regenerasi. Sehingga tidur yang cukup (7 hingga 8 jam) di malam hari adalah investasi anak untuk hari esok. Seluruh program atau kebijakan yang disampaikan tersebut tidak akan berdampak apabila seluruh stakeholder masih berjalan secara parsial. Dibutuhkan persepsi, frekwensi, ritme yang selaras guna mewujudkan goal dari seluruh kebijakan tersebut. Dalam Agama Hindu, dikenal Catur Guru yang terdiri dari Guru Swadyaya (Tuhan), Guru Wisesa (Pemerintah), Guru Pengajian (Guru di sekolah), dan Guru Rupaka (Orang tua di rumah) yang harus dihormati.

Baca juga:  Arsitektur sebagai Penguatan Identitas Bali

Pada konteks menterjadikan seluruh kebijakan dalam dunia pendidikan, yakni 7 Kebiasaan Hebat Anak Indonesia, maka Guru Wisesa, Guru Pengajian, dan Guru Rupaka harus bertransformasi berperan sebagai culture builder bagi generasi muda Indonesia. Para Guru ini (Wisesa, Pengajian, Rupaka) harus menjadi role model di setiap kesempatan atau aktivitasnya. Tidak cukup hanya edukasi secara teoritis, namun butuh aplikatif. Para guru tersebut harus berkolaborasi lebih kuat serta menjadi panutan bagi para anak didiknya. Kesimpulannya adalah Guru Wisesa tidak cukup hanya sebagai regulator, Guru Rupaka tidak cukup berpandangan sekolah menjadi satu-satunya tempat pendidikan anak, dan Guru Pengajian sudah selayaknya menjadi positive role model yang senantiasa diidolakan dan diperankan di kehidupan anak di luar jam sekolah.

Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Kepelatihan Olahraga Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *