Rektor Dwijendra University, Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., MMA. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) ikut terkena efisiensi anggaran. Para rektor di Bali menilai kebijakan ini akan mengancam kualitas Tri Darma Perguruan Tinggi dan makin mahalnya biaya pendidikan.

Rektor Dwijendra University Prof. Gede Sedana, Senin (17/2) menegaskan, efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya di lingkungan Kementerian Dikti dan Saintek dapat memberikan dampak pada penyelenggaraan Tri Darma PT.

Dikatakannya, pendanaan untuk penelitian dengan berbagai skema jika diefisiensikan akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas penelitian serta kapasitas para dosen peneliti. Demikian juga pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat.

Berbagai program beasiswa pun akan terdampak sehingga mempengaruhi napas atau denyut nadi perguruan tinggi. Di sisi lain dimensi positifnya, perguruan tinggi didorong untuk meningkatkan kemandiriannya dan mencari sumber-pembiayaan serta melakukan kegiatan prioritas dalam pengembangan Tri Darma-nya.

Sedana menambahkan, di sisi lain dana bantuan untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ikut terpotong, konsekuensinya biaya pendidikan akan makin mahal. Jika hal ini terjadi kalangan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) mengalami dilematis karena terpaksa  ikut menaikkan biaya pendidikan di tengah makin turunnya kemampuan masyarakat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Rektor Unmas Denpasar, Dr. I. Made Sukamerta, M.Pd. menyadari bahwa anggaran di semua kementerian mengalami penurunan karena kebijakan efisiensi. Kalau ada kenaikan uang pendidikan sudah pasti akan mempengaruhi minat siswa untuk melanjutkan ke PT baik negeri maupun swasta. Bagi PT Negeri pasti akan mencari mahasiswa sebanyak-banyaknya untuk menutupi biaya opersionalnya.

Baca juga:  Karena Alasan Ini, Tabanan Belum Mau Buka Pariwisata

Bagi PTS, kata dia, tidak mungkin menaikkan biaya pendidikan karena secara nasional terjadi penurunan jumlah mahasiswa sebanyak 10 sampai 20% kelanjutan dampak Covid, sehingga calon mahasiswa berkurang terus. “Intinya PTS  tidak akan bisa menaikkan UKT dalam situasi seperti ini,” tegasnya.

Rektor Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali, Prof. Dr. I Made Suarta mengungkapkan kenaikan biaya pendidikan di perguruan tinggi dapat memengaruhi biaya pendidikan di PTN dan PTS, meskipun dampaknya bisa berbeda.

Jika PTN sampai menaikkan UKT maka mahasiswa akan merasakan beban biaya yang lebih tinggi. Namun, PTN cenderung memiliki subsidi dari pemerintah, sehingga kenaikan biaya biasanya lebih terkendali. Subsidi inilah mestinya tak boleh terpotong akibat efisiensi anggaran di pusat.

Dampak lainnya jika biaya di PTN meningkat signifikan, sebagian calon mahasiswa mungkin beralih ke PTS yang memiliki biaya lebih kompetitif. PTS bisa menarik lebih banyak mahasiswa dengan menawarkan biaya yang lebih rendah atau program beasiswa.

Baca juga:  Merajan Terbakar di Banjar Nesa Desa Banjarangkan

Di sisi lain ini kesempatan bagi PTS, terutama yang sudah memiliki reputasi tinggi, dapat ikut menaikkan biaya dengan alasan peningkatan kualitas layanan atau fasilita. Jika kenaikan biaya pendidikan di PTN menjadi tren nasional, banyak PTS yang mungkin menyesuaikan tarif mereka untuk menjaga daya saing sekaligus menutupi biaya operasionalnya.

Rektor Universitas Warmadewa (Unwar), Prof. Dr. Ir. I Gde Suranaya Pandit, M.P., menilai pemangkasan anggaran pendidikan tinggi juga harus diperhitungkan dan pada pos yang tepat. Jangan sampai pemangkasan anggaran malah menurunkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia yang saat ini tengah berkembang.

Pihaknya khawatir jika anggaran pendidikan tinggi dipangkas akan berimbas pada naiknya biaya pendidikan. Hal ini akan semakin memperberat mahasiswa. Apalagi, jika anggaran beasiswa yang sudah berjalan juga ikut dipangkas. Termasuk anggaran sertifikasi dosen (serdos) yang merupakan pendapatan dari para dosen. Jika hal itu terjadi, maka kesejahteraan para dosen akan turun.

Prof. Pandit tidak mempermasalahkan jika anggaran perjalanan dinas/studi banding, seminar atau FGD, dan riset dipangkas. Namun, hal ini juga akan berimbas pada perekonomian Bali. Di mana, travel, hotel, cathering, dan yang terkait juga akan kena dampaknya. Mereka tidak bisa lagi menjalankan usahanya yang selama ini sudah berlangganan untuk kegiatan tersebut.

Baca juga:  Amankan Pemilu, Kodam Siagakan Ribuan Personel dan Alutsista

Begitu juga dengan riset. Dikatakan, riset menjadi hal yang penting di dalam pendidikan tinggi. Di mana, untuk meningkatkan gelar akademiknya para dosen penting untuk melakukan riset sebagai sebuah penemuan dalam dunia akademis yang nantinya bermanfaat bagi masyarakat.

Dia juga menyoroti program makan bergizi gratis yang sedang dilakukan pemerintah pusat. Hanya saja, program ini perlu dikaji ulang agar tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan daerah. Pemerintah perlu melakukan kajian ke daerah-daerah, agar mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat.

Apakah makan siang bergizi atau pendidikan gratis, dan sebagainya. Sehingga, program makan siang bergizi bisa dialihkan sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Apalagi, demi program makan siang bergizi ini berjalan telah berdampak program lainnya yang terkena efisiensi anggaran.

“Saya setuju jika program makan siang bergizi ini dilakukan, namun harusnya anggaran sudah dipikirkan, sehingga tidak berdampak pada efisiensi program lain seperti pemangkasan anggaran pendidikan. Padahal ada daerah yang sudah menolak makan siang bergizi, mereka lebih memilih mendapatkan pendidikan gratis. Ini yang mesti dikaji ulang oleh pemerintah, agar program yang dilakukan tidak seolah-olah dipaksakan,” tegas Prof. Pandit. (Made Sueca/Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *